Kamu terlihat duduk sendiri di bawah pohon rindang yang ada di taman sekolah, dan sengaja tidak ikut kumpul dengan temanmu yang lain. Tidak lama kemudian, bel pun berbunyi menandakan bahwa kamu harus masuk ke dalam kelas. Di dalam kelas semua temanmu menyimak penjelasan dari guru dengan antusias. Namun, tidak dengan dirimu, kamu terlihat termenung tanpa semangat.
“Lu kenapa?” tanya Andi dengan tiba-tiba.
Kamu masih saja termenung hingga membuat Andi menepuk pundakmu. Hal itu membuat dirimu kaget dan berteriak, “Ada apa?”
“Hai! Kalian ngobrol apa? Jangan mengobrol di jam pelajaran saya!” bentak Pak Hartono dari depan.
Kamu dan Andi pun terdiam, tetapi kaki kalian saling tendang satu sama lain.
“Berisik!” kata Rahma yang berada di bangku sebelah kalian.
Kalian pun menghentikan acara tendang-tendangan itu. Selang beberapa saat kemudian, jam pelajaran kedua pun selesai. Kamu dan Andi ke kantin untuk makan siang.
“Hai, Fir,” sapa Eva dengan tiba-tiba.
“Va, kapan lu balik ke sini?” sela Andi.
“Gue balik sudah dari dua hari yang lalu. Tapi baru masuk sekolah hari ini. Apa Firman nggak bilang?” tutur Eva kepada Andi.
Kamu terlihat diam sambil terus melahap mie ayam yang kamu pesan. Hal itu membuat Andi mengibaskan tangan di depan matamu. Ulah Andi itu tentu membuatmu risi, kamu putuskan untuk pergi meninggalkan Andi dan Eva.
Kamu duduk di kursi yang kosong dengan mi ayam yang kamu bawa. Andi terlihat mau mengikutimu, tetapi dilarang Eva.
Beberapa saat kemudian, kamu pun selesai makan mie ayam, dan langsung balik ke kelas. Tidak berselang lama, Andi sudah duduk di sampingmu.
“Lu kenapa, sih? Enggak asyik banget hari ini.”
“Nanti gue ceritain. Sekarang kita fokus ke depan lihat pak guru ngajar,” jawabmu yang membuat Andi geleng-geleng.
Kalian pun fokus menyimak penjelasan dari guru dengan saksama. Kali ini dirimu terlihat sudah tidak terlalu merenung seperti tadi pagi. Namun, Andi terkadang masih main kaki denganmu di bawah meja. Rahma pun terkadang melotot ke arah kalian berdua.
Tidak terasa waktu pelajaran terakhir selesai, jam sudah menunjukkan pukul 3 sore dan semua siswa harus pulang. Kamu keluar kelas bersama Andi. Namun, kalian masing-masing membawa motor sendiri, hal itu tentu membuat kalian pulang sendiri-sendiri.
“An, gue nebeng lu, ya!” teriak Rahma yang membuat telingamu seolah bergetar.
“Gue duluan, Fir. Da …,” pamit Andi sambil melambaikan tangan ke arahmu.
Kamu berjalan pelan menuju parkiran, tiba-tiba Eva datang menghampirimu. Kamu hanya diam.
“Fir, apa kabar?” tanya Eva.
“Baik,” jawabmu sambil terus berjalan.
Eva tidak mengikutimu lagi, tetapi dia berteriak, “Gue masih cinta lu, Fir. Gue balik ke sini demi lu!”
Langkahmu terhenti sejenak mendengar itu, tetapi kamu terus berjalan sampai parkiran. Kamu kemudian menyalakan motor dan bersiap untuk pulang. Namun, beberapa saat kemudian, ada yang berteriak, “Itu siapa yang mau bunuh diri!”
Para siswa yang masih berada di parkiran pun berhamburan ke halaman sekolah. Kamu turun kembali dari motor dan ikut melihat apa yang terjadi. Begitu sampai halaman sekolah, kamu melihat Eva yang mau loncat dari lantai 4, dan berusaha dibujuk oleh para guru untuk turun.
Begitu Eva melihatmu, dia berteriak, “Hanya dia yang bisa menghentikan saya!”
Hal itu membuat para siswa melihat ke arahmu. Bahkan, Andi dan Rahma yang tadi pamit, ternyata ada di sini juga.
Andi mendekatimu dan bertanya, “Apa ini karena masa lalu?”
“Lu nggak tahu apa-apa, An,” jawabmu dengan dingin.
“Oke, mungkin gue nggak tahu apa-apa. Tapi ini masalah nyawa, Bro. Hayolah,” kata Andi sambil memegang pundakmu.
“Eva, lu mau apa?” teriakmu.
“Gue mau balik sama lu!” balas Eva.
“Ya, tapi lu turun dulu!”
Eva pun turun dengan dibantu para guru. Setelah Eva turun, hampir semua siswa yang masih di halaman sekolah melihat Eva dengan tatapan yang tidak enak. Kamu pun tak luput dari pandangan itu.
“Bubar semua! Ini sudah sore,” kata Pak Hartono.
Semua siswa bubar, sementara Eva menggandeng tanganmu. Kalian menuju parkiran tanpa ada sepatah kata pun.
Begitu sampai parkiran, kamu berkata kepada Eva, “Sudah dramanya?”
Eva terlihat menangis dan bilang, “Apa sebegitu buruknya gue di mata lu?”
“Ke mana cowok yang dulu lu kejar?” tanyamu dengan sangat dingin..
Tidak ada jawaban dari Eva, dia justru semakin tersedu-sedu.
“Ya sudah, gue antar lu pulang,”
Setelah Eva naik motor, kamu ikat tubuh kalian dengan ikat pinggang punyamu.
“Kok begini?” protes Eva.
“Biar lu nggak turun di tengah jalan,” jawabmu yang membuat Eva memukul pundakmu.
Selang beberapa saat kemudian, kalian sudah sampai di rumah Eva. Tanpa mampir, kamu langsung pamit pulang.
“Sudah. Jangan nangis,” katamu sambil memutarbalikkan motor.
Kamu pun langsung menuju rumah. Sekitar 20 menit kemudian, kamu sudah sampai rumah. Jam di rumahmu sudah menunjukkan pukul 17.11, kamu langsung mandi dan sholat Magrib. Kamu di dalam kamar membaca Al-Qur’an hingga azan salat Isya berkumandang. Selesai shalat Isya, kamu baru keluar dari kamar, dan langsung menuju ruang makan untuk makan malam bersama keluarga.
Setelah selesai makan, ibumu bertanya, “Katanya Eva balik ke Jakarta, ya?”
“Ya, Bu, dia balik,” jawabmu singkat.
“Kapan-kapan ajak main ke sini. Ibu lama tidak bertemu dia. Sekarang pasti lebih cantik.”
“Insyaallah, Bu.” Kamu pun kembali ke kamar.
Setelah kamu berada di kamar, ibumu mengetuk pintu kamar, “Nak, ini ada temanmu.”
“Siapa, Bu?”
“Gue, Andi,” kata Andi yang masih berada di balik pintu kamarmu.
“Masuk, An. Enggak dikunci, kok.”
Andi pun membuka pintu kamar, dan langsung berada di sampingmu yang lagi di depan laptop.
“Ada apa, An?”
“Astaga, Fir. Sobat lu main, lu tanya ada apa? Kasih minum kek, kasih makan kek.”
“Lu mau makan? Itu di ruang makan masih tersedia.”
Andi geleng-geleng. “Serius, nih. Gue mau tanya soal Eva, lu tadi sudah janji sama gue. Jangan lupa.”
“Apa yang lu tahu tentang Eva?” tanyamu.
“Yang gue tahu Eva tu cantik, imut, seksi,” jawab Andi sambil tertawa.
“O ….”
“Bulet, dong? Buruan cerita! Katanya mau cerita.”
“Lu ingat waktu kita naik kelas 2 SMA? Waktu itu gue nembak Eva dan gue diterima. Bodohnya gue, waktu itu gue kira dia belum punya pacar. Tapi ternyata, dia udah punya pacar sebelum gue tembak.”
“Gue kok nggak tahu pacarnya Eva?”
“Gue juga nggak tahu. Setelah dia sekolah ke Australia, gue lihat dia posting foto berdua dengan cowok. Waktu itu gue kira itu temannya, tapi semakin lama semakin sering dia posting foto berdua. Lama-lama gue nggak tahan, gue cari akun cowok itu terus gue chat. Dari situ gue tahu kalau Eva ke Australia untuk cowok itu,” ceritamu panjang lebar.
Andi bilang, “Wah, berasa didongengi, ngantuk jadinya.”
“Kurang ajar lu!”
“Bercanda, Bro. Terus bagaimana dengan cowok itu?”
“Mana gue tahu!”
Kamu dengan Andi mengobrol hingga diketuk ayahmu, “Sudah larut, waktunya tidur!”
“Ya, Om,” jawab Andi.
Pagi harinya, Andi sarapan di rumahmu. Setelah sarapan, kalian baru berangkat ke sekolah. Namun, kali ini kamu harus mengantar Andi ke rumahnya terlebih dahulu untuk berganti baju. Walau kalian sama-sama membawa motor, tetapi kamu dengan sabar menunggu di depan rumah Andi.
Setelah sekitar 15 menit, Andi keluar. Kalian pun berangkat ke sekolah bersama.
Sesampainya di sekolah, kamu melihat Eva yang sudah berada di parkiran, kali ini Eva bersama Rahma. Kamu parkir motor tak jauh dari mereka berdua. Setelah kamu selesai memarkir motor, mereka berdua menghampiri.
“Fir, ada hal penting yang ingin gue bicarain,” kata Eva.
“Ya, nanti jam istirahat di kantin. Tapi, gue mau ajak Rahma dan Andi juga,” jawabmu.
Eva hanya mengangguk. Kamu tinggal begitu saja.
Jam istirahat pun tiba, kamu ajak Andi dan Rahma ke kantin. Sementara Eva datang sendiri karena dia beda kelas dengan kalian bertiga.
Kalian berempat duduk saling berhadapan. Belum ada pembicaraan, tetapi Eva sudah menangis tersedu-sedu.
“Jangan nangis, Va,” kata Rahma sambil memeluk Eva.
“Jangan drama, deh. Buruan cerita,” katamu kasar.
“Jangan begitu, Fir, kasihan Eva,” kata Rahma lagi.
“Biar, Ma. Firman emang pantas marah, kok. Tapi ada hal yang mesti dia tahu. Dulu gue emang bohong sama lu, Fir. Gue pacaran sama Nando sejak kelas 1 SMA. Waktu itu dia baru lulus SMA dan diajak orang tuanya menetap di Australia. Kelas 2 lu nembak gue pas kenaikan kelas, itu gue terima lu karena gue kesepian, karena setahun lebih gue pisah sama Nando. Terus pas gue lulus SMA kebetulan bokap gue dapat tugas di Australia, waktu itu gue sangat bahagia karena gue bisa bersama Nando. Setelah lu tahu hubungan gue sama Nando, Nando berubah. Gue nggak tahu apa yang kalian bicarakan, satu tahun berlalu, bokap gue sudah tidak tugas lagi di Australia, gue pun harus kembali ke Jakarta.”
“Terus Nando sekarang gimana?” tanya Andi. Kamu hanya diam
“Nando sudah meninggal dunia tiga bulan yang lalu,” jawab Eva.
“Innalillahi wa innalillahi roji’un,” sahut Rahma sambil tutup mulut.
“Maafkan aku, Fir,” kata Eva lagi.
“Gue udah maafin lu, tapi gue nggak bisa balik sama lu, Va. Maafin gue juga.”
“Kenapa?” tanya Eva.
“Gue udah nggak punya cinta untuk siapa pun, gue mau sendiri dulu. Entah sampai kapan.”
Eva hanya menangis tetapi dia menerima keputusanmu.
Selesai