Reportase Kajian Shoffa Karawang
Pemuda Sebagai Penggerak Ekonomi : Berkah atau Musibah?
Meski cuaca saat itu panas menyengat, tapi tak menyurutkan semangat para jama’ah majelis ta’lim Shoffa Karawang untuk menghadiri kajian bulanan. Kajian bulanan kali ini dipandu oleh ustadzah Sukma B. Prasteyati, M.Tr.P. Beliau merupakan salah satu tenaga pengajar di salah satu kampus di Karawang.
Sebelum memberikan materi, beliau bertanya kepada para jama’ah, apa yang dilakukan oleh wanita (khususnya) ketika butuh hiburan? Serempak para jama’ah menjawab belanjaaa, shoppiiing. Kemudian, beliau menjelaskan bahwa aktifitas yang tak terelakkan yang dilakukan oleh khususnya kaum wanita di zaman milenial ini ialah shopping (belanja). Belum lagi ini dimudahkan oleh aplikasi belanja online (marketplace) yang terinstal di gawai. Beliau menambahkan bahwa perusahaan startup marketplace ini memiliki income (pemasukan) yang sangat fantastis, bahkan untuk marketplace “oren” sebagai salah satu contohnya, bisa mencapai hingga ribuan triliun.
Didukung pula oleh gaya hidup hedon yang menjadi gaya hidup para kawula muda sebagai target pasar, membuat mereka menjadi pribadi yang konsumtif. Kondisi ini diperparah dengan rusaknya sistem pendidikan saat ini yang mengadopsi sistem kapitalisme yang menjadikan asas manfaat atau materi sebagai landasannya. Tak bisa kita pungkiri bahwa materi yang dijadikan sebagai orientasi hidup bagi kawula muda khususnya, membentuk mindset mereka bagaimana agar setelah lulus sekolah bisa langsung kerja. Ini bisa dibuktikan dengan fakta di lapangan menjamurnya sekolah kejuruan.
Padahal faktanya di perusahaan sendiri, terdapat beberapa kebijakan yang merugikan pekerjanya. Kebijakan omnibus law ini memuat kebijakan siswa atau pelajar yang sedang magang di perusahaan tersebut tidak berhak menerima upah. Generasi saat ini memang dibentuk oleh sistem sebagai calon buruh atau pekerja. Belum lagi ditambah oleh peran sebagian public figur kawula muda yang mempromosikan pemikiran-pemikiran sekuler yang mana tentu akan memberi pengaruh untuk anak-anak muda.
Ini sangat kontras dengan profil pemuda muslim di sistem Islam, yang mencetak generasi peradaban yang luar biasa. Di antaranya, ‘Aisyah ra. sebagai muslimah perawi hadits terbanyak, ada juga Mush’ab bin Umair sebagai diplomat muda di usia 23 tahun, yang menaklukan Madinah. Pun sama halnya dengan Muhammad Al Fatih sebagai penakluk Konstantinopel, di usia 21 tahun, sudah memimpin ribuan pasukan, dan masih banyak lagi pemuda Islam yang tangguh.
Di tengah-tengah kerusakan yang sangat nyata kita lihat, seharusnya membuat kita tersadar bahwa ini tak boleh terus dibiarkan. Generasi saat ini harus disadarkan dan dikembalikan perannya sebagai agen perubahan dan generasi penakluk. Sebab pada tahun 2030, akan diprediksi bonus demografi yang mana orang usia produktif akan lebih banyak jumlahnya daripada lansia. Dan potensi yang sangat besar ini harus diupayakan untuk menyambut peradaban baru, yaitu peradaban Islam.
Reporter oleh. Siti Hardiyanti