*Hukum permainan dalam Islam*
Di dalam Islam, setiap perbuatan pasti memiliki hukumnya, apakah itu boleh untuk dilakukan atau tidak boleh dilakukan termasuk permainan.
Dalam hadits dari Jabir bin Abdillah ra. bahwa Rasulullah bersabda: _”Segala sesuatu yang didalamnya tidak terdapat dzikrullah (mengingat kepada Allah) merupakan perbuatan sia-sia, seperti senda gurau dan permainan. Kecuali empat hal yaitu senda gurau suami-istri, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.”_
Pengisi tetap ajang Keluarga Sakinah Ustadzah Umi Hamzah menyampaikan maksud hadits diatas bahwa hukum permainan itu boleh tetapi akan menjadi sia-sia jika permainan itu didalamnya tidak terdapat dzikrullah kecuali 4 perkara tadi.
“Jadi dihadits ini Rasulullah menyebutkan permainan itu boleh, tetapi permainan itu bisa menjadi perbuatan sia-sia kalau disitu tidak mengandung dzikrullah.” jelasnya saat mengisi kajian on-air ajang Keluarga Sakinah pada jumat (14/10)
Perbuatan sia-sia ketika perbuatan yang dilakukan tidak membawa manfaat dan pahala apapun dan sebagai seorang muslim memandang ketika perbuatan yang tidak mendatangkan pahala maka termasuk perbuatan sia-sia.
“Berarti kalau sia-sia, ini tidak mendatangkan manfaat apapun, tidak mendatangkan pahala apapun sedangkan seorang muslim melihat kalau aktivitas itu tidak mendatangkan pahala itu adalah perbuatan sia-sia.” ucap ustadzah Umi Hamzah
Jadi, pada dasarnya suatu perbuatan itu boleh dilakukan dan sekedar permainan yang tidak mendatangkan manfaat apapun dapat dikatakan sebagai la’ibun.
“la’ibun pada dasarnya adalah suatu hal yang boleh, tetapi tidak disukai oleh para ulama kalau hanya permainan yang tidak mendatangkan manfaat apapun.” tambah Ustadzah Umi Hamzah
Didalam QS. Al-Hijr ayat 3
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا۟ وَيَتَمَتَّعُوا۟ وَيُلْهِهِمُ ٱلْأَمَلُ ۖ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
_Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)._
Kata lahwun dalam ayat diatas memiliki arti sebagai sesuatu yang melalaikan. Jadi, seperti angan-angan kosong yang dapat melalaikan manusia. Jadi, lahwun dalam permainan yaitu permainan yang melalaikan.
“Pada ayat tersebut disitu ada “wa yulhihim” yaitu dari kata lahwu yang dapat diartikan sebagai sesuatu yang melalaikan. Melalaikan dari melaksanakan ketaatan dan kewajiban dari Allah SWT.” jelas Ustadzah Umi Hamzah
- Dapat dikatakan olahraga saat ini dengan berbagai macam cabang dan klub-klub serta organisasi yang menaunginya dapat terkategori lahwun munadzomun. Artinya, permainan atau hiburan yang diatur sedemikian rupa dan hal ini dapat membahayakan kaum muslim karena dapat memalingkan Umat Islam dari tujuan hidup didunia termasuk banyak dari para remaja.
“Nah kita bisa mengatakan berbagai macam
cabang olahraga yang ada sekarang dengan klub-klub yang dimilikinya dengan payung-payung yang menaunginya itu semua terkategori lahwun munadzomun. Jadi permainan yang terorganisir yang itu berbahaya karena bisa memalingkan Umat Islam apalagi pemuda yang justru terlalaikan dari tujuan utama hidup didunia.” jelas Ustadzah Umi Hamzah
Ketika berbicara mengenai pertandingan olahraga dan sebagian orang menilai itu adalah bagian dari olahraga yang menyehatkan, tetapi pada nyatanya bukan aspek kesehatan yang menjadi tujuan tetapi lebih ke arah keuntungan materi.
“Luar biasa, akhirnya tujuan itu bukan lagi ke arah kesehatan, tetapi lebih mengarah kepada mencari keuntungan, yang ada sekarang layaknya bisnis dalam kapitalisme.” ucap Ustadzah Umi Hamzah
Ketika hendak bermain dan melakukan olahraga misalnya, maka harus dilihat permainannya apakah termasuk la’ibun atau lahwun bahkan termasuk lahwun munadzomun maka tidak boleh dilakukan.
“Maka kalau kita mau bermain itu harus melihat permainannya apakah masuk la’ibun atau lahwun, kalau lahwun kita tidak boleh melakukannya apalagi lahwun munadzomun.” tambah Ustadzah Umi Hamzah
Wallahu’alam.
Jumat, 14 Oktober 2022
Resume Kajian On-Air Ajang Keluarga Sakinah, DSK 103,2 FM.
Writer: Tia Febriani