Reason

Pemesanan buku

3D Book

Shopee

Tokopedia

Whatsapp

Sinopsis
Suatu hari, Bulan bertemu seorang gadis yang entah bagaimana membuatnya betah berlama-lama di Bumi. Dia tidak tahu bahwa ketiadaannya di Langit yang terlalu lama, menggoyahkan sistem perbintangan. Hal itu mengancam keberadaan manusia. Penguasa langit marah dan memberinya sebuah misi bersama gadisnya. Tentu akhir dari semua ada konsekuensinya, hanya Bulan yang bisa memilih akhir cerita. Berkorban atau mengorbankan semesta.

Langit telah gelap sedari tadi. Aktivitas makhluk hidup juga sudah menunjukkan persentase yang minim. Tentu saja, karena sekarang sudah tengah malam. Dan itu adalah tanda bahwa rah Bulan bisa pergi mengunjungi Bumi. Tempat yang memang sudah menarik atensinya sejak lama.

            “Halo Bumi,” sapa rah Bulan ramah tepat saat kakinya menginjak permukaan Bumi. Ia merentangkan kedua tangannya ke atas, lantas menghirup oksigen sebanyak yang ia bisa.

            “Aroma Bumi memang yang terbaik.” rah Bulan melangkahkan kaki. Mulai menelusuri jalanan malam yang lengang.

            Kalian pasti heran. Bulan berjalan-jalan di Bumi? Bagaimana bisa? Ya, mudah saja. Setelah rah Bulan mendapatkan tugasnya untuk menjaga sistem perbintangan, pikiran rah Bulan terus dipenuhi dengan Bumi. Hal itu menyebabkan ia tidak fokus dengan tugasnya.

            Singkat cerita, setelah perdebatan panjang dengan para Petinggi Langit, akhirnya rah Bulan memperoleh izin berkunjung ke Bumi. Bukan raganya yang pergi karena hal itu tidak mungkin. Namun, hanya rah-nya yang boleh pergi ke sana. Hanya sebentar, melihat bagaimana penampakan Bumi dari dekat. Namun, kunjungan singkat itu ternyata mampu membuat rah Bulan jatuh cinta pada pesona yang ada di Bumi. Dan akhirnya rah Bulan mengerti saat pertama kali jiwanya mendarat di Bumi, mengapa dirinya harus menjaga sistem perbintangan.

Rah Bulan sangat menyukai Bumi. Baginya, Bumi adalah planet terindah di alam semesta. Penampakannya pun bermacam-macam. Tidak seperti kerajaan Matahari yang tampak seperti buntalan gas panas ataupun kerajaannya sendiri yang bernuansa abu-abu. Kusam. Bumi sangat berwarna-warni, persis seperti di majalah Semesta yang sering dia baca. Ah, kalian pasti bertanya-tanya apa itu rah? Artikan saja jiwa.

            “Hm …. apa yang akan kulakukan sekarang? Kakek tua itu sudah mendaratkanku di ujung tebing, tidak mengizinkanku berinteraksi dengan manusia pula. Kesal!” umpat rah Bulan sambil menendang kerikil di sebelahnya.

            Ia berjalan tak tentu arah, terkadang dirinya melompat di antara atap-atap rumah. Penguasa Langit memberinya waktu hanya setengah jam serta menentukan tempat mendarat dan pulangnya. Agar bisa diawasi, katanya.

            Langkahnya terhenti di deretan ruko seberang alun-alun kota yang masih tampak ramai bekas festival tadi.  Petugas kebersihan sedang membersihkan sampah, dibantu oleh para pemuda yang bersimpati. Rah Bulan melanjutkan langkahnya menyusuri deretan ruko yang sudah tutup. Kecuali satu, kios buku dan majalah kuno ‘Purnama,. Rah Bulan berhenti, tertarik melihat kios tua yang menggunakan nama lainnya itu, lantas berjalan menghampiri penjaganya yang tertidur. Dia tahu dirinya tidak boleh berinteraksi dengan manusia. Namun, dia bosan dan butuh sedikit hiburan.

            “Permisi, apa toko ini masih buka?” tanya rah Bulan kepada penjaga toko yang segera terbangun.

            “Sudah berapa kali kubilang, aku tidak ada burung kakatua! Aku hanya pedagang buku!” cerocos penjaga kios itu mengejutkan rah Bulan lantas tertidur lagi. Sepertinya dia mengigau. Rah Bulan yang sadar dari keterkejutannya hanya mengendikkan bahu dan mulai melihat-lihat isi kios itu.

            Langkah pertama kakinya menginjak ke dalam, aroma buku dan majalah tua merebak memasuki hidungnya. Sekejap itu pula, rah Bulan jatuh cinta dengan buku manusia. Dia tertarik pada salah satu majalah tipis namun beragam informasinya, tanpa peduli untuk siapa seharusnya majalah itu dibaca. Majalah Bobo. Pas sekali edisi kali ini membahas tentang mitos ketika purnama. Matanya berbinar senang.

            “Ukh…. ini pasti menyenangkan. Pak Tua, majalahmu aku pinjam!” ucap rah Bulan lantas keluar dan mencari tempat nyaman untuk membaca. Kegiatan ini, akan selalu dilakukan tatkala dirinya berkunjung ke Bumi, menemani malamnya.

<>~<>~<>~<>


Ini tengah malam dan seperti biasa, rah Bulan kembali membaca majalah Bobo di tempat favoritnya. Terkesan aneh dan tidak sesuai dengan tubuh atletis dan rambut perak panjangnya yang diikat. Tapi, itulah rah Bulan dengan segala keunikannya.

            Ketika sedang asyik menikmati bacaannya, dua orang laki-laki dewasa berperawakan kekar berlari melewatinya. Di belakang mereka, seorang gadis tampak mengejar dua orang laki-laki tadi. Rah Bulan mengangkat kepalanya sebentar, menonton adegan tadi hingga mereka tenggelam dalam kelamnya gang-gang perumahan, bahkan matanya sempat bersitatap dengan mata si gadis. Ia tertegun sejenak, nampak tidak asing dengan rupa gadis itu. Tapi dirinya tak ambil pusing, lantas kembali asyik dengan kegiatannya. Rah Bulan tak pernah berniat mencampuri urusan manusia. Baginya, itu sudah takdir mereka. Mengapa ia harus peduli? Lagi pula memang pada dasarnya ia tidak boleh mencampuri urusan manusia.

            Sepuluh menit lagi jatah rah Bulan berada di Bumi habis. Pas sekali, majalah edisi kali ini juga sudah selesai ia baca. Ditaruhnya majalah itu di pangkuannya. Ia mendongak, melihat keindahan ragan-ya dari bawah. Yah, benar-benar indah, dan dia bangga akan hal itu. Tiba-tiba, perhatiannya diinterupsi oleh seseorang yang duduk di sebelahnya dengan napas terengah-engah. Rah Bulan terkejut.

            ‘Gadis tadi,’ batinnya.

            Ya, itu gadis yang mengejar dua laki-laki tadi. Namun, ke mana keberadaan laki-laki tadi?

            “Heh …. hah …. hah …. kenapa kau diam saja hah …. hah…. ketika melihatku mengejar bajingan-bajingan tadi!” ujarnya terengah-engah. Rah Bulan terkejut, ini pertama kalinya seorang manusia berbicara dengannya. Ya, selain penjaga kios langganannya yang selalu sudah tidur dan mengigau ketika dia datang. Namun, bukan hanya karena hal itu rah Bulan terkejut. Wajah gadis itu mengingatkannya kepada Dia.

            Rah Bulan sedikit resah, dia takut ini melanggar aturan Penguasa Langit. Tapi lagi-lagi hati kecilnya berkata bahwa sebatas berbicara apa salahnya?

            Rah Bulan mengangkat alisnya. “Apa urusanku?”

            Gadis itu mendongak. Wajahnya berantakan dengan keringat bercucuran dan anak rambut kemana-mana. Dia geram.

            “Jadi, ke mana pria-pria tadi?” sambung rah Bulan sedikit penasaran.

            “Kuharap mereka pingsan hingga polisi datang,” jawab gadis itu sambil menatap ke arah gelapnya gang sembari mengepalkan tangannya. Rah Bulan tertegun. Sepertinya, gadis ini menyeramkan, namun ia hanya bisa mengangguk-angguk. Beberapa menit kemudian, rah Bulan masih menikmati malamnya, lantas berdiri merapikan pakaiannya.

            “Kamu mau ke mana?” tanya gadis itu setelah detak jantungnya mulai normal. Rah Bulan menunjuk ke arah kios buku tempatnya biasa ‘meminjam’ majalah selama ini.

            “Ternyata rumahmu dekat.” Gadis itu manggut-manggut, sementara rah Bulan terkekeh, membiarkan gadis itu mengira kios Purnama sebagai rumahnya.

            “Beritahu aku namamu,” pinta gadis itu tiba-tiba membuat rah Bulan sedikit berjengit.

            “Tidak,” jawab rah Bulan pendek. Ia mulai berjalan menuju kios dengan membawa majalah Bobo.

            Entah bagaimana, gadis itu jengkel kepadanya. Dia hanya berharap mendapat teman baru namun nyatanya orang yang baru saja ia temui tidak menunjukkan tanda-tanda tertarik untuk berteman. Matanya menatap ke arah punggung pemuda yang kian menjauh itu.

            “Dasar! Ternyata masih ada orang seperti itu.” Gadis itu berbalik, mulai berjalan pulang, mengingat esok ada kelas pagi dan tubuhnya letih setelah berlari-lari.

            “Ah, tapi bukankah majalah yang dipegang olehnya tadi itu majalah Bobo? Jangan-jangan dia pedofil!” seru sang gadis bergidik ngeri.

            “Orang aneh, aku harap kita tidak perlu bertemu lagi.”

<>~<>~<>~<>

 

            Kita boleh meminta, namun semesta punya ketetapan nyata. Nama mereka tidak berdampingan dekat, namun di antara keduanya, masing-masing telah terikat.

Tengah malam telah lewat, kokok ayam jantan mulai terdengar bersahutan. Menandakan fajar sebentar lagi akan datang. Ivanka merebahkan diri di atas kasur tipis tanpa dipan miliknya. Lelah fisik yang ia rasakan hari ini entah mengapa lebih terasa dibanding hari-hari kemarin.

“Semoga preman-preman tadi jera. Enak sekali mereka memalak orang-orang. Kerja dong harusnya,” ujarnya bermonolog sambil menatap langit-langit kamar. Ya, dia Ivanka. Seorang gadis yang tinggal sendirian karena tuntutan perkuliahan, gadis yang mengejar dua preman tadi tengah malam, gadis yang bertemu dengan sesosok ‘pedofil’. Ya, dia gadis itu.

“Tapi aneh, kenapa orang tadi tidak mau menyebutkan namanya ya?” Kini, ingatan Ivanka jatuh kepada sesosok orang pemuda di taman kota tadi. “Sudahlah, lebih baik aku istirahat. Untuk apa aku memikirkan orang aneh itu. Lagipula, kami tidak mungkin bertemu lagi,” lanjutnya.

Dengan setengah memaksa, akhirnya Ivanka berhasil masuk ke alam mimpi. Istirahat. Gadis itu hanya tidak menyadari, bahwa garis takdirnya telah berubah sejak pertemuannya dengan rah Bulan.

<>~<>~<>~<>

Suasana di kelas mata kuliah kesuSastaraan itu hening. Hanya terdengar suara gesekan pena dengan kertas dan suara klik-klik mouse dosen pengajar. Pemandangannya juga tak jauh dari kata membosankan hanya ada kepala tertunduk dan raut wajah serius karena para mahasiswa sedang fokus mengerjakan pretest dari dosen pagi ini.

Keheningan itu pecah ketika dosen pengajar berdiri dan memberitahu bahwa waktu untuk mengerjakan sudah habis karena jam pelajaran telah selesai. Para mahasiswa segera mengumpulkan pekerjaannya, mengucap salam, dan segera keluar dari kelas.

Namun, ada satu yang berbeda. Di barisan terdepan, di depan meja dosen persis, ada satu manusia yang dengan pulasnya tertidur dengan buku yang menutup wajahnya. Keriuhan di sekitarnya tidak mengganggu nikmat kegiatan tidak biasanya itu hingga satu bolpoin melayang tepat mengenai wajahnya yang tak terlindung buku. Sontak dia terbangun dan meringis kesakitan.

“Aduh … sakit tahu. Nggak lihat ya kalua–” ucapannya terhenti melihat sosok jangkung dosen pengajar berdiri di hadapannya. “Eh, selamat siang Pak Rey,” lanjutnya sambil meringis menahan malu dengan cara mengusap keningnya yang memerah.

“Siang. Tadi kalau apa, Ivanka? Lanjutkan,” balas Pak Rey sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menatap aneh mahasiswanya ini. Ivanka adalah salah satu mahasiswa aktif di mata kuliah yang diajarnya. Tumben sekali dia tertidur seperti ini.

“Kamu seharusnya tidak dapat nilai pretest, tapi karena ini pertama kalinya kamu mengacau di kelas saya, nilaimu saya potong setengah. Setelah jam kuliahmu selesai, ambil soal pretest di meja saya,” ucap Pak Rey lantas merapikan barang-barangnya dan segera keluar kelas.

Ivanka melengos, merutuki dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia tertidur di kelas Pak Rey. Satu-satunya kelas yang ia minati karena sangat berguna demi mencapai masa depannya. Sebenarnya semua mata kuliah yang dia ambil sangat berguna, namun kelas Pak Rey adalah kelas paling asyik bagi Ivanka. Entah karena tidak pernah membubarkan kelasnya terlambat atau karena pesona Pak Rey sendiri.

“Ivanka, tumben-tumbenan molor di jam Pak Rey. Kamu sakit? Atau kenapa? Nih, makan dulu.” Raya, teman dekat Ivanka datang sambil membawa bento dari kantin. Ivanka menghela napas kasar.

“Aku nggak bisa tidur tadi malam. Dari tadi pagi aku menahan kantuk. Eh, nggak tahunya ketiduran. Mana ada aku ‘mengacau’ hey, aku tidur dengan tenang. Aarghh … hancur sudah impianku menjadi murid teladan Pak Rey!!” jawab Ivanka frustasi.

“Pffttt … hahahhaha. Sudah-sudah. Ini, spesial untuk putri tidur baru kita, aku yang traktir,” ucap Raya sambil mendekatkan bento milik Ivanka.

Kruyyuukk … kruyuk. Ivanka meringis, suara perutnya mewakili ucapan terima kasih untuk Raya. Setelah itu, mereka makan dengan tenang.

“Ah, siang nanti kamu kerja di resto keluargaku ‘kan?” tanya Raya yang hanya dijawab anggukan singkat dari Ivanka.

“Aku ikut!”

“Ngapain? Kerja juga?” tanya Ivanka heran.

“Pengen aja, toh itu resto keluargaku. Mana mungkin juga orang pemalas kayak aku kerja.” Jawaban dari teman dekatnya ini membuat Ivanka menepuk jidatnya sendiri. Punya dosa apa dirinya di masa lalu hingga harus bertemu dengan teman tidak ada akhlak macam Raya.

Mata kuliah Ivanka telah selesai untuk hari ini, dan seperti yang diperintahkan Pak Rey, dia harus mengambil soal pretest tadi di meja beliau. Dan tentu saja Raya ikut dengannya, karena mereka akan pulang bersama. Lebih tepatnya menuju restoran milik keluarga Raya bersama.

Tepat saat sampai di pintu masuk ruangan dosennya. Perasaan nervous datang. Bagaimanapun juga, Pak Rey merupakan salah satu dosen idola di kampus. Dengan tampang lumayan tampan dan cara mengajar yang menyenangkan, membuat beliau mempunyai banyak penggemar, dan Ivanka adalah salah satunya.

“Udahlah. Ketok aja napa sih? Grogi banget mau ketemu sama doi.” Ucapan Raya membuat Ivanka menatap ke arahnya dengan tatapan tajam. Kesal.

“Permisi,” ucap Ivanka sembari mengetuk pintu. Ia diam di tempat, menunggu ucapan ‘silakan’ dari dosen favoritnya. Satu detik, dua detik, tak ada balasan. Akhirnya ia memberanikan diri membuka pintu ruangan.

Kosong. Tidak ada Pak Rey disana.

“Yah … udah ditunggu, si doinya malah nggak ada. Impianmu memang seperti anila dan bayu yang satu. Namun nyatanya seperti nira dan tuba. Ingin menjadi padu, namun terbelenggu takdir individu,” goda Raya. Sempat-sempatnya dia menyelipkan sajak. Ivanka segera masuk dan mengambil satu lembar soal, lantas segera pergi. Meninggalkan Raya yang kini mengejarnya sambil meminta maaf. Yah, dia harus segera menuju ke tempatnya bekerja, atau dia akan terlambat.

BACA BUKU 3 DIMENSINYA

Pastikan anda memiliki saldo di dompet inno anda.
Jika belum silahkan bisa untuk beli saldo inno terlebih dahulu

Beli Saldo Inno

Fitur ini untuk pembelian dana saldo uang digital inno

Baca 3D book disini

Jika anda sudah memiliki saldo. Klik untuk baca buku 3D Book ini

Penulis :
Kalangkyang x AmretaAmerta

Ukuran :
14 x 21

Status :
Terbit

Ketebalan :
317 Halaman

ISBN :
978-623-5304-69-4

Harga :
Rp. 93.000

Marketplace:

       

0 0 votes
Rating
Subscribe
Notify of
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Umpan Balik Sebaris
Lihat semua komentar

Top up Dana Saldo

Rp. 15.000

Bonus 100 poin

Rp. 25.000

Bonus 200 Poin

Rp. 50.000

Bonus 350 poin

Rp. 100.000

Bonus 800 poin