Olahraga Dalam Islam Tidak Menjadi Prioritas
Oleh. Reni Tresnawati.
Beberapa waktu lalu, Kamboja menjadi tuan rumah perhelatan Sea Games. Walaupun Indonesia tidak masuk rangking yang dibanggakan, tetapi Indonesia meraih kemenangan melalui olahraga sepak bola, dan kemenangan sepak bola ini sudah ditunggu-tunggu selama 32 tahun. Kemenangannya dirayakan dengan mengadakan pawai para pemain sepak bola diiringi masyarakat dan para pejabat serta artis. Mereka memulai pawai dari Kantor Kementerian Olahraga dan berhenti di Stadion Gelora Bung Karno.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani merinci pengeluaran dana untuk keperluan acara Sea Games Kamboja 2023. Indonesia menggelontorkan Rp852,2 miliar. Anggaran tersebut dibagi kedalam tiga keperluan; Rp522 miliar untuk pembinaan atlet-atlet sebelum berlaga di multi-event Internasional. Rp55,2 miliar untuk pemberian bonus bagi peraih medali ( atlet/pelatihan/asisten pelatih) Sea Games ke 32. Rabu 17/5/23. Instagram @SMIndrawati. Menurut bendera negara APBN dikucurkan melalui DIP Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora).
Dampak dari Kehidupan Kapitalisme.
Begitu banyak yang dikeluarkan pemerintah Indonesia hanya untuk sebuah pementasan olahraga. Padahal, kompetisi ini diadakan di negeri orang. Bagaimana jika Indonesia yang menjadi tuan rumah? Kemungkinan dana yang dikeluarkan lebih dari ini. Di era Kapitalisme semua diukur dengan materi, begitu pun dengan olahraga. Keberhasilan dalam event olahraga dianggap sarana yang dapat meningkatkan prestise negara di mata dunia. Maka dari itu, negara begitu totalitas mempersiapkan semua kebutuhan dalam acara Sea Games, termasuk menyediakan dana yang fantastis. Kalau kata istilahnya ” biar tekor asal kesohor “.
Padahal, masih ada masalah yang lebih penting dan mendesak untuk diatasi, ini terkait nyawa manusia, terutama anak-anak. Seperti, kemiskinan ekstrim yang mengakibatkan anak-anak stunting, infrastruktur pendidikan yang sekolahnya tidak layak, sehingga menyebabkan anak-anak tidak nyaman karena sewaktu-waktu khawatir bangunannya ambruk, juga kurikulum pendidikan yang carut marut. Kesehatan yang mahal dan tidak terjangkau masyarakat kecil. Dengan kesengsaraan masyarakat menengah ke bawah justru ini kurang dianggap prioritas oleh negara.
Negara saat ini berada dalam kungkungan kapitalisme yang dipaksa oleh keadaan untuk mengikuti semua aturan sesuai dengan apa yang ada dalam sistem kapital yang memang sudah dikondisikan seperti itu. Dampaknya rakyat yang menjadi korban dari kerakusan sang kapitalis yang serakah akan kekuasaan duniawi. Dunia bagai fatamorgana yang terlihat megah dan menjanjikan sesuatu yang menyenangkan. Manusia dicekoki dengan pemikiran sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) dan hal tersebut sangat luar biasa pengaruhnya terhadap tarap berpikir manusia saat ini, yang semakin menjauhkan manusia dari norma-norma agama dalam kehidupannya.
Sedangkan, agama dan kehidupan itu tidak bisa dipisahkan, karena antara keduanya saling terikat, sebab apabila kehidupan terpisah dari agama, maka akan kacau dan hancur. Manusia akan sekehendak hatinya menjalankan apa yang mereka lakukan dan inginkan, mereka menganggap perbuatan yang dilakukan itu dianggap benar. Menurut para kapitalis selama apa yang dilakukan itu menguntungkan mereka dan diterima pasar dengan suka rela, di mana salahnya? Memang tidak salah selama rakyat tercukupi kebutuhan sehari-harinya, dan tidak ada yang merasa terzolimi. Namun, akan lebih bijak apabila dana negara itu digunakan untuk yang lebih membutuhkan secara sandang, pangan dan papan. Tetapi, saat ini sepertinya rasa empati dan simpati sudah hilang dari hati, sehingga hatinya sudah tidak peka lagi. Akhirnya, negara abai mengurusi rakyatnya, begitu juga dalam hal olahraga, penguasa sudah mengikuti arus kapitalisme, yang lebih mementingkan materi untuk kepuasan oligarki.
Tiga Ideologi Di Dunia.
Apabila ditelusuri dunia ini, kita akan temukan tiga ideologi (mabda). Yaitu, Kapitalisme, Sosialisme termasuk komunikasi dan Islam. Sekarang kita sedang berada di dalam kapitalisme, yang tegak atas dasar pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Berdasarkan asas ini mereka berpendapat bahwa manusia berhak pembuat pelaturan (Undang-undang) hidupnya sendiri. Oleh karena itu, ideologi ini menganut demokrasi, yang mengusung kebebasan. Mereka pertahankan empat kebebasan. Yaitu, beraqidah, berpendapat/berbicara, kepemilikan dan bertingkah laku (pribadi). Dari kebebasan kepemilikan ini, lahirlah sistem ekonomi kapitalis. Sistem ini perkara yang menonjol dalam ideologi ini. Maka dari itu, disebut dengan nama ideologi kapitalisme, tolok ukur ideologi ini adalah kebahagiaan. Atas dasar itulah, kenapa saat ini banyak aturan-aturan Allah yang dilanggar oleh manusia dan mereka bertindak sekehendaknya sendiri.
Olahraga Hanya Untuk Kesehatan
Dalam Islam, segala tindak tanduk yang dilakukan merasa selalu ada yang mengawasi, jadi semua yang diperbuat manusia tidak seenaknya. Islam sudah membentengi umatnya dengan aqidah, karena aqidah adalah pondasi supaya umat kokoh dari serangan tipu daya dunia yang sudah dikuasai sistem Sekuler, yang telah merasuki pemikiran, perasaan dan pelaturan mereka dengan aturan yang dibawanya ke tengah-tengah masyarakat. Dengan adanya aqidah yang kuat umat akan sedikit kemungkinan akan terbawa arus yang salah. Apalagi penguasa dalam Islam itu, orang-orang terpilih yang siap mendedikasikan jiwa dan raganya untuk kepentingan umat. Islam memiliki ukuran prioritas yang tepat dan terbaik yang harus dijalankan oleh negara. Negara lebih memprioritaskan keamanan, kesejahteraan dan kenyamanan warganya. Olahraga hanya sekedar untuk kebugaran dan hanya sebatas hobi saja. Dalam olahraga, Islam menganjurkan tiga macam. Yaitu, memanah, berkuda dan berenang. Rasulullah tidak semata-mata menganjurkan ketiga olahraga tersebut, apabila tidak ada faedahnya. Ketiga olahraga itu sangat penting untuk menunjang dalam kesiapan umat Islam ketika Allah memerintahkan untuk perang melawan kaum kafir.
Rasulullah bersabda: ” Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang dan memanah.” (HR. Bukhori dan Muslim)