Manusia adalah makhluk yang memiliki keistimewaan, bahkan merupakan makhluk yang dinyatakan Allah swt. sebagai sebaik-baik penciptaan.[1] Kesempurnaan penciptaannya baik yang berhubungan dengan fisik yakni keseimbangan bentuk dan parasnya, maupun akal dan jiwanya.
Tubuh yang sehat adalah amanah dan anugerah dari Allah swt. yang sangat berharga bahkan tak ternilai harganya. Betapa mahalnya nilai tubuh manusia hingga Dr. Harold J. Morovitz iseng-iseng menaksir harga tubuh manusia dengan kelengkapan organ tubuhnya, apabila bobot tubuhnya 60 kg., maka nilai tubuhnya berkisar US $ 6 juta [2]atau 90 miliar rupiah (jika kurs US $ 1= Rp.15.000). Demikian besarnya nikmat tubuh yang sehat, sehingga Rasulullah saw. pun bersabda:[3]
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِيْ سِرْبِهِ مُعَافًى فِيْ جَسَدِه عِنْدَهُ قُوْتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيْزَتْ لَهُ الدُنْيَا
Artinya:
“Barangsiapa yang masuk pada waktu pagi merasa aman dan sehat tubuhnya, memiliki makanan untuk hari itu maka seakan-akan seluruh dunia diperuntukkan bagi dirinya.” (HR. Tirmidzi)
Tubuh yang sehat hendaknya disyukuri dengan terus dijaga dan dipelihara kesehatannya. Tujuannya agar tubuh tidak mengalami kelainan atau gangguan. Kelainan atau gangguan pada organ tubuh disebut dengan penyakit. Pada umumnya manusia dilahirkan hampir 99 % dalam keadaan sehat.[4] Menurut pakar kesehatan Andrew Weil, MD. yang dikutip dokter Ade Hashman, sebagian besar suku cadang tubuh manusia dirancang layak pakai, tidak ada masalah, bergaransi dan produktif sampai usia 80 tahun dengan syarat harus mentaati aturan-aturan pemeliharaannya.[5]
Namun fenomena yang terjadi di masyarakat, masalah kesehatan menjadi permasalahan serius. Berbagai macam penyakit banyak bermunculan, organ tubuh menjadi mudah rapuh dan mengalami kepayahan dalam menjalankan fungsinya. Hal ini bukan hanya diderita oleh orang yang berusia lanjut namun cenderung meningkat angka penderitanya dari usia muda, produktif dan potensial.
WHO memperkirakan sekitar satu milyar orang di seluruh dunia mengalami kekurangan gizi, sedangkan dua milyar orang mengalami kelebihan gizi. Dalam Jurnal kesehatan The Lancet merilis bahwa hampir 195 negara yang disurvey, masyarakatnya mengkonsumsi jenis makanan yang salah dan mengkonsumsi makanan yang sehat dalam jumlah yang sangat rendah.[6] Pola makan yang tidak sehat menyebabkan banyaknya orang yang menderita penyakit-penyakit kardiovaskular atau penyakit gangguan metabolik dan penyakit tidak menular (PTM) di antaranya adalah penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), hipertensi, obesitas, dan asam urat.[7] Berdasarkan data dan informasi dari kementerian kesehatan mengenai keadaan kesehatan masyarakat Indonesia, bahwa PTM di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan semakin meningkat dari waktu ke waktu.[8]
Begitu pula berdasarkan data laporan Riskesdas 2018, sebesar 33,5% populasi masyarakat Indonesia dinyatakan kurang aktivitas fisik. Hal ini merupakan salah satu penyebab tingginya penderita penyakit tidak menular dan obesitas.[9] Ditambah lagi dengan fenomena pencemaran lingkungan di Indonesia. Di antaranya terjadinya pencemaran sungai-sungai di Indonesia. Dari 550 sungai yang tersebar di Indonesia, sungai yang kondisinya tercemar dan kritis mencapai 82%.[10]
Di era globalisasi di mana dunia tanpa batas, satu negara dengan negara lain saling berinteraksi dan mempengaruhi, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya bahkan gaya hidup dan pola makan. Pengaruh ini semakin cepat dan mudah seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Segala informasi dengan mudah dapat diakses. Perubahan perilaku secara drastis terjadi di tengah-tengah masyarakat terutama pada gaya hidup, budaya instan, praktis termasuk pola makan. Melalui berbagai platform digital banyak menampilkan berbagai jenis makanan yang dijual tidak diketahui kandungan gizinya, sehat dan bersihnya. Menjamurnya gerai-gerai makanan siap saji, junk food dan soft drink membuat sebagian orang tergiur untuk mengkonsumsinya tanpa mempertimbangkan apakan hidangan tersebut sehat atau tidak.[11]
Beberapa pertimbangan dan alasan penulis dalam mengangkat topik bahasan dalam buku ini adalah: Pertama, semakin maraknya penyakit yang diderita berbagai jenjang usia, baik orang tua, anak kecil bahkan usia muda yang masih sangat potensial dan produktif disebabkan pola hidup yang tidak sehat. Kedua, minimnya kesadaran dan pemahaman terkait pola hidup sehat dan pencegahan terhadap berbagai macam penyakit yang diakibatkannya. Karenanya perlu sosialisasi terkait praktik pola hidup sehat Nabi saw. Ketiga, masih terbatasnya penggalian interpretasi terhadap teks-teks hadits Nabi saw. terkait pola hidup sehat, sehingga tema tersebut menjadi kajian yang menarik. Keempat, semakin maraknya fenomena gaya hidup dan budaya instan yang menyebabkan sebagian masyarakat lebih senang mengkonsumsi junk food, fast food dan soft drink. Budaya praktis juga telah menjadikan sebagian masyarakat menggunakan berbagai macam barang dan alat praktis dan otomatis, sehingga kepraktisan itu membuat mereka tidak memerlukan banyak gerak dan terjebak pada gaya hidup sedentari.
Buku ini menyajikan petunjuk-petunjuk pola hidup sehat Nabi Muhammad saw. Kajian ini mengungkap nilai-nilai islami yang bersifat universal dan tetap mengenai tuntunan pola hidup sehat Nabi saw., untuk memberi solusi dalam mengatasi permasalahan kesehatan dalam kehidupan masyarakat dan dapat menjadi pegangan bagi umat Islam dalam menerapkan perilaku hidup sehat.
Dalam ilmu kesehatan, upaya-upaya yang harus dilakukan dalam mewujudkan kesehatan meliputi empat pendekatan, yaitu: pendidikan dan pemberdayaan (promotif), pencegahan dan minimalisasi potensi risiko (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif).[12] Adapun bahasan dalam buku ini hanya terbatas pada hal yang bersifat pencegahan atau minimalisasi potensi risiko (preventif). Sedangkan objek bahasannya hanya yang berkaitan dengan kesehatan fisik pribadi dan tidak membahas kesehatan secara menyeluruh.
Hasil dari penelusuran dan pengkajian hadits-hadits tentang pola hidup sehat, penulis merumuskan tiga prinsip dalam kandungan hadits-hadits yang dikaji pada bahasan selanjutnya, yakni menjaga kesehatan, mencegah penyakit dan mencegah kemudharatan bagi orang lain. Ketiga prinsip di atas dapat dilihat pada hadits-hadits yang penulis kemukakan dan relevansinya dengan hasil penelitian ahli kesehatan.
Pengkajian hadits yang memberikan tuntunan tersebut, dilakukan melalui penelusuran dalam kitab-kitab hadits sembilan (al-kutub al tis’ah), yaitu : Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibn Majah, Sunan al-Darimi, Muwaththa’ Malik dan Musnad Ahmad. Adapun di antara kitab syarah yang dijadikan sumber penelitian antara lain Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibn Hajar al-‘Asqalani, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi karya Muhyiddin ibn Hasan al-Nawawi al-Syafi’i, ‘Aun al-Ma’bud ‘ala Sunan Abi Daud karya Syarafat al-Haq Muhammad bin Syarf al-’Azhim al-Abadi, Tuhfat al-Ahwadzi li Syarh Jami’ al-Tirmidzi karya Abd al-Rahman al-Mubarakfuri. Terkait pengaruh dan dampak positif dari pola hidup Nabi saw. yang tertuang dalam hadits yang menjadi objek kajian dalam buku ini, penulis merujuknya dari berbagai sumber, baik buku-buku referensi yang bersumber dari jurnal maupun artikel dalam website kesehatan yang ditulis oleh para dokter dan ahli kesehatan.
[1] QS. Al-Tin/95: 04
[2] Ade Hashman, Kenapa Rasulullah saw. Tidak Pernah Sakit?, (Jakarta: Hikmah, 2009), h. 46.
[3] Muhammad Abu ‘Isa Al-Tirmizi, Sunan Tirmidzi, (Beirut: Dar Ihya al-Turats| al-‘Arabi, t.th), no. hadits 2346
[4] Ade Hashman, Kenapa Rasulullah saw. Tidak Pernah Sakit? , h. 42.
[5] Ade Hashman, Kenapa Rasulullah saw. Tidak Pernah Sakit?, h. 37.
[6] Peneliti: Pola makan buruk penyebab satu dari lima kematian, http//www.p2ptm.kemkes.go.id/ artikel sehat, 09 April 2019
[7] Tim Penyusun Kementerian Kesehatan RI, Profil Kesehatan Indonesia 2018 (Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2019) h. 244.
[8] Tim Penyusun Kementerian Kesehatan RI, Profil Kesehatan Indonesia 2018, h. 244.
[9] “Sepertiga masyarakat Indonesia Kurang Olahraga dan rentan sakit”, http//www. Jawapos.com, 05 November 2019.
[10] “82 persen sungai di Indonesia tercemar dan kritis”, https;//nasional.republika.co.id, sabtu 23 Maret 2019.
[11]Zilvy Hikmatul Hasanah, Gaya Hidup di Era Globalisasi, https://www.kompasiana.com 19 Oktober 2019.
[12] Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan dalam Perspektif Islam (Jakarta: Kencana, 2010), h. 304. Lihat pula Soedarto, Lingkungan dan Kesehatan (Jakarta: Sagung Seto, 2013), h. 14.
Kata al-shihhah (kesehatan) dalam kitab Lisan al-‘Arab berasal dari kataصحح (shahaha) merupakan lawan dari kata sakit dan bermakna sembuh dari penyakit.[1] Kata “Shahih” pada dasarnya dipakai untuk menyifati tubuh, kemudian secara metaforis dipakai juga untuk menyifati sesuatu selain tubuh.[2] Ibnu Faris dalam Mu’jam maqayis al-Lughah menjelaskan bahwa kata kesehatan (الصِّحَّةُ) berakar kata Shahha (صَحَّ) dari huruf ص – ح (Shad dan Ha) yang berarti الْبَرَاءَةِ مِنَ الْمَرَضِ وَالْعَيْبِ yaitu bebas (sembuh) dari penyakit dan cacat (aib), dinamakan kesehatan karena hilangnya penyakit dan segala aib.[3]
Dalam literatur keagamaan, dua istilah yang digunakan untuk menunjukan kesehatan yaitu kata sehat dan afiat. Biasanya kata sehat digandengkan dengan kata ‘afiat. Kata ‘afiat sendiri berarti sehat.[4] Bila digabung kata sehat walafiat, hal ini berarti sehat dan kuat, benar-benar sehat.[5] Menurut M. Quraish Shihab, kata “afiat” diartikan sebagai perlindungan Allah swt. untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya. Perlindungan itu tentunya tidak dapat diperoleh secara sempurna kecuali bagi mereka yang mengindahkan petunjuk-petunjuk-Nya. Maka kata “afiat” dapat diartikan sebagai anggota tubuh manusia yang berfungsi sesuai dengan tujuan penciptaannya.[6]
Kesehatan merupakan anugerah besar yang diberikan Allah swt. untuk kelangsungan hidup semua makhluknya, khususnya manusia. Kesehatan mempunyai peranan dalam meningkatkan derajat dan kesejahteraan seseorang. Kesehatan juga merupakan modal untuk mewujudkan tujuan hidup manusia itu sendiri. Tanpa adanya kesehatan, berbagai upaya pemenuhan kebutuhan manusia tidak mungkin terlaksana.
Tujuan kehadiran ajaran Islam adalah dalam rangka memelihara agama, harta, jiwa, jasmani, akal dan keturunan.[7] Segala tindakan dan upaya yang direalisasikan untuk mewujudkan salah satu dari tujuan tersebut, mendapat dukungan penuh dari ajaran Islam.[8] Untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam bidang agama, jiwa, akal, keturunan dan hartanya, kesehatan memiliki peran penting. Berbagai upaya pemenuhan kebutuhan manusia tersebut tidak mungkin terlaksana, tanpa kesehatan. Pelaksanaan ibadah seperti puasa dan haji tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik, jika tidak memiliki kesehatan. Upaya mencari nafkah dan bekerja tidak mungkin terlaksana jika tidak sehat. Seseorang ingin menikah dan mempunyai keturunan juga sangat membutuhkan kesehatan. Dalam kaitan dengan semua ini, maka tepat sekali ungkapan yang menyatakan bahwa kesehatan bukanlah segalanya, tapi segalanya menjadi tidak ada artinya, tanpa kesehatan.
Dari dasar pemikiran di atas, dapat dinyatakan bahwa kesehatan adalah modal utama dalam mencapai tujuan agama. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat diutamakan oleh ajaran Islam, sebab kesehatan merupakan faktor penting untuk dapat beraktivitas, memenuhi kebutuhan setiap manusia dan modal bagi seorang muslim dapat beribadah secara khusyuk dan ikhlas.
Landasan normatif tentang kesehatan dalam Islam adalah al-Qur’an dan hadits. Dalam al-Qur’an, Allah swt. menyebutkan masalah kesehatan, bahkan menghimpun kesehatan jasmani dan rohani. Term yang digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan istilah sehat antara lain kata salim (QS. Asy-Syu’ara/26: 88-89), hasanah (QS. Al-Baqarah/2: 201), tathmainu (QS. Al-Ra’d/13:28) dan thayyib (QS. Al-Baqarah/2: 168).[9]
Dalam kaitannya dengan kesehatan jasmani, Allah swt. berfirman dalam QS. Al-Anbiya/21: 83-84:
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّى مَسَّنِىَ ٱلضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ فَكَشَفْنَا مَا بِهِۦ مِن ضُرٍّ ۖ وَءَاتَيْنَٰهُ أَهْلَهُۥ وَمِثْلَهُم مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَذِكْرَىٰ لِلْعَٰبِدِينَ
Terjemahnya:
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.
Dalam ayat lain Allah swt berfirman dalam QS. Al-Qashshash /28: 26:
قَالَتْ إِحْدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسْتَـْٔجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ ٱسْتَـْٔجَرْتَ ٱلْقَوِىُّ ٱلْأَمِينُ
Terjemahnya:
”Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Wahai bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.
Rasulullah saw. juga menganjurkan umatnya untuk memenuhi kebutuhan badan, sebagaimana dalam sabdanya: [10]
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَلَمْ أُخْبَرْ أَنَّكَ تَصُومُ النَّهَارَ وَتَقُومُ اللَّيْلَ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَلَا تَفْعَلْ صُمْ وَأَفْطِرْ وَقُمْ وَنَمْ فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا.(رواه البخاري)
Artinya:
“’Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, ia berkata: “Rasulullah saw. telah berkata (kepadaku): “Wahai ‘Abdullah, benarkah kamu selalu berpuasa di siang hari dan terjaga di malam hari?” Aku menjawab: “Benar wahai Rasulullah”. Rasulullah bersabda: “Janganlah engkau melakukan itu, berpuasa dan berbukalah, terjagalah dan tidurlah kamu. Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atas dirimu, matamu memiliki hak atasmu dan istrimu memiliki hak atasmu.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits di atas, Rasulullah saw. memerintahkan sahabat untuk memperhatikan dan memenuhi hak tubuh dengan melakukan ibadah yang proporsional, tidak dipaksa untuk terus menerus menahan lapar dan beribadah, tapi tubuh harus diberikan pula hak untuk makan dan beristirahat.
Menurut Ahmad Syauqi al-Fanjari, dasar-dasar kesehatan yang dibahas dalam Islam, di antaranya adalah:
- Sanitation dan personal hygiene (kesehatan lingkungan dan perorangan). Kesehatan perorangan meliputi: kebersihan badan, mulut, gigi, tangan, rambut kuku dan lain-lain. Sedangkan kesehatan lingkungan, meliputi: rumah, jalan, saluran air, tata kota, sumber air dan lain-lain.
- Epidemiologi, yakni mencegah penyebaran penyakit menular melalui preventif kesehatan, karantina, berobat dan menghindari area wabah.
- Menghindari serangga dan binatang-binatang yang membawa kuman penyakit dan menularkannya kepada manusia serta membersihkan air liur/ jilatan anjing.
- Nutrition (kesehatan makanan). Terkait kesehatan makanan, dibagi menjadi 3 aspek, yakni: 1) pilihan makanan yang bermanfaat bagi kesehatan, seperti: sayuran, buah-buahan, daging dan semua jenis makanan yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh; 2) perilaku makan, misalnya tidak berlebihan dalam makan; 3) tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang berbahaya dan dilarang, seperti bangkai, darah dan daging babi.
- Sex hygiene (kesehatan seks) yakni berkaitan dengan perilaku seks, perkembangan janin, pendidikan seks, cara memilih istri, mandi janabat, tidak menggauli istri ketika haid dan lain-lain.
- Psychic hygiene (kesehatan mental), yakni petunjuk menghindari dan mencegah terjadinya stres. bersikap sabar dalam menghadapi cobaan, tidak putus asa, larangan untuk menggunakan hal-hal yang berbahaya bagi tubuh seperti meminum khamr dan lain-lain.
- Body build (bina raga), yakni anjuran melakukan aktivitas fisik, bergerak, berolahraga dan memiliki ketangkasan dan keterampilan, seperti memanah, berenang, lari, jalan kaki, angkat berat, berkuda dan berbagai aktivitas fisik lainnya.
- Occupational medicine (kesehatan kerja) hal ini berkaitan dengan jaminan pekerjaan, upah dan profesionalisme kerja.
- Geriatric (memelihara manula), Islam memerintahkan untuk menghormati, merawat, dan menjaga orang tua serta menyayanginya.
- Kesehatan ibu dan anak, misalnya terkait tanggung jawab ibu untuk menyusui anaknya selama dua tahun.
- Pelayanan kesehatan, terkait pengobatan dan perawatan kesehatan oleh ahlinya.
- Metode teologis, yakni menghubungkan aspek akidah dengan pendidikan kesehatan. Tingkat keimanan dan ketaatan seseorang berpengaruh dalam menjadikannya menjaga kesehatan dan mengikuti aturan kesehatan.[11]
Dengan demikian menjaga kesehatan merupakan bagian dari tuntunan agama yang dengannya manusia dapat memenuhi kebutuhannya dalam bidang agama, jiwa, akal, keturunan dan hartanya. Bahkan menjaga kesehatan juga merupakan bagian dari misi risalah Islam dan merupakan bagian pelaksanaan syariat Islam.[12]
[1] Abu al-Fadl Jamal al-Din Muhammad bin Mukram bin Manzhur al-Afriqi al-Mishr, Lisan al-Arab Juz IV (Beirut: Dar Al-Sadr, t.th.), h. 2401-2402.
[2] M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Hadis; Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, (Cet II; Jakarta; Bulan Bintang, 1995), h. 120.
[3]Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariyya, Mu‘jam Maqayis al-Lughah, Juz. III (Beirut: Dar Ittihad al-‘Arabiy, 1423 H/2002 M), h. 281
[4]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,, (Cet. I; Edisi IV; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 14.
[5]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1241.
[6]M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Cet. VII; Bandung: Mizan, 1998), h. 182.
[7] Ibrahim bin Musa al-Lakhmiy al Syathibiy, al Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, Juz I, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2004 M./1425 H.), h.23, https://www.waqfeya.com. Lihat pula M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Ummat, h. 181; Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Cet XII; Bandung: Mizan, 1996) h. 286.
[8] Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004), h. 219.
[9] Nina Aminah, Pendidikan Kesehatan dalam Al-Qur’an, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013) h. 127-128
[10] Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III (Beirut: Dar Thauq al-Najah, 1422 H.), hadis no. 5199.
[11] Ahmad Syauqi al-Fanjari, al-Thibb al-Wiqa’i fi al-Islam, ( Cet.III, Mesir: al-Haiah al-Mishriyyah al-‘Ammah li al Kitab, 1991) h. 12-15
[12] Hasan Raqith, Hidup Sehat Cara Islam (Bandung: Jembar, 2007), h. 16
Nabi Muhammad saw. menyampaikan hadits-haditsnya baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan dan hal ihwalnya untuk tujuan kemaslahatan bagi kehidupan umatnya, menghindarkan kemudharatan dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan di masyarakat. Allah swt. menjadikan Nabi saw. sebagai uswah hasanah bagi manusia di sepanjang zaman, tentunya karena memang Allah swt. telah merancangnya sebagai seorang utusan yang perilakunya merupakan perilaku manusia biasa yang dapat ditiru. Tidak mungkin Allah swt. menyatakan Nabi saw. sebagai uswah hasanah jika perilakunya sulit ditiru atau tidak untuk diteladani. Meskipun Nabi saw. merupakan orang Arab, hidup di bawah naungan tradisi orang Arab, namun kehidupannya tidak identik mutlak seperti orang Arab masa itu. Sebagai contoh, ketika itu kepribadian orang Arab jahiliyah yang keras, kasar dan bersikap menengadahkan kepala karena kesombongan, tradisi barbarian, namun Nabi saw. tampil sebagai seorang pribadi yang lembut, santun dan menundukkan kepala karena ketawaduannya. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku Nabi sebagai teladan bagi umatnya sepanjang zaman.
Allah swt. berfirman dalam QS. Al- Ahzab /33: 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
Terjemahnya:
”Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Nabi saw. merupakan suri tauladan dalam semua aspek kehidupan, baik terkait dengan masalah akidah, ibadah, mu’amalah, akhlak, begitu pula terkait perilaku hidup sehat. Petunjuk-petunjuknya disampaikan dengan ungkapan perintah, larangan, informasi maupun teknis. Peran dan posisi Nabi saw. sendiri, baik sebagai rasul, pemimpin masyarakat, hakim, komandan perang, pendidik, maupun sebagai pribadi/manusia biasa.[1]
Pola hidup sehat dalam perspektif Islam tidak dapat dilepaskan dari kajian figur Nabi saw. sebagai penjelas dan penyampai pesan-pesan ilahiyah. Maka untuk mengetahui pola hidup sehat dalam Islam, merupakan sebuah keniscayaan untuk menggali hadits-hadits Nabi saw. Pola hidup sehat itu sendiri adalah setiap tindakan yang mempengaruhi fisik menjadi lebih baik secara langsung atau tidak langsung.[2] Pola hidup sehat merupakan segala tindakan yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga menjadi kebiasaan / gaya hidup (lifestyle behavior) dalam upaya menjaga kesehatan.
Rasulullah saw. memberi petunjuk dan dorongan kepada umatnya untuk menerapkan pola hidup sehat sebagai upaya menjaga kesehatan, karena kesehatan sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Tubuh manusia merupakan amanah dari Allah swt. dan tubuh yang sehat merupakan karunia-Nya yang tak terhingga nilainya. Maka sepatutnyalah setiap orang mensyukuri nikmat karunia kesempurnaan tubuh dengan menjaga kesehatan tubuhnya. Namun kadang manusia tidak sadar tentang anugerah dan kenikmatan tersebut sehingga mengabaikannya. Rasulullah saw. bersabda:[3]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ :” نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ “. (رواه البخاري)
Artinya:
“Dari Ibnu ‘Abbas ra., ia berkata: “Telah bersabda Nabi saw.: “Dua nikmat yang banyak dilalaikan oleh manusia, yaitu: sehat dan waktu luang.”(HR. Bukhari)
Pola hidup sehat Rasulullah saw. dapat menjadi pijakan dalam menghadapi berbagai problem kesehatan. Rasulullah saw. merupakan teladan kehidupan, termasuk dalam hal menjaga kesehatan. Seumur hidupnya beliau jarang mengalami sakit. Beliau pernah mengalami sakit ketika diracun oleh seorang wanita Yahudi dan sakit ketika menjelang wafatnya. Hal ini berdasarkan riwayat di bawah ini: [4]
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ يَهُودِيَّةً أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ مَسْمُومَةٍ فَأَكَلَ مِنْهَا فَجِيءَ بِهَا فَقِيلَ أَلَا نَقْتُلُهَا قَالَ لَا فَمَا زِلْتُ أَعْرِفُهَا فِي لَهَوَاتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم (رواه البخاري)
Artinya:
“Dari Anas ra.: “Bahwasanya telah datang kepada Rasulullah saw. seorang Wanita Yahudi dengan membawa seekor kambing yang diracuni, kemudian beliau memakan sebagiannya. Kemudian dia dihadapkan (kepada Rasulullah). Ditanya (Rasulullah saw.): “perlukah kami membunuhnya?” Beliau menjawab: “Jangan.” (Anas ra. berkata) “Aku masih melihat bekas racun itu, berada di langit-langit mulut Rasulullah saw. (HR. Bukhari)
Rasulullah saw. merupakan sosok yang sehat, kuat fisiknya dan jarang mengalami sakit. Beliau pernah mengangkat batu besar yang hanya bisa diangkat oleh 10 orang. Beliau pernah bergulat dengan orang Quraisy dan mengalahkannya, bahkan pernah pula beliau melakukan panco dan memenangkannya.[5] Rasulullah saw. dan para sahabat memiliki kualitas kesehatan yang prima. Padahal jika melihat konteks sosiokultural kehidupan Nabi saw. dan para sahabat, mereka tinggal di daerah yang gersang dan kering, padang pasir, gunung dan bukit-bukit batu, cuaca yang ekstrim baik pada musim panas maupun pada musim dingin. Nabi saw. melakukan beberapa kali perjalanan berdagang ke Syam, Yaman dengan menempuh lebih dari 1600-an km. Nabi saw sering berkhalwat di gua Hira yang ketinggiannya lebih dari 200 m. di atas permukaan laut. Pada usia sekitar 53 tahun Nabi saw. mendaki dan bersembunyi di gua Tsur yang ketinggiannya kurang lebih 458 m. di atas permukaan laut, ditemani Abu Bakar al-Siddiq untuk menghindari kejaran kaum Quraisy. Perjalanan hijrahnya dari Mekah ke Madinah dan juga haji Wada’ yang dilakukannya menempuh jarak Mekah-Madinah yang kurang lebih 460 km. Kesehatan Nabi saw. yang prima ini bukan semata karena perlindungan Allah swt. terhadap seorang rasul, namun juga karena perilaku hidup sehatnya yang dapat dibuktikan secara ilmiah memberi pengaruh positif bagi kesehatan tubuhnya.
Rasulullah saw menyatakan pentingnya menjadi pribadi yang kuat dan sehat, dalam satu riwayat beliau bersabda: [6]
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَفِيْ كُلٍ خَيْرٌ اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجِزْ وَإنَ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَيْطَانِ. (رواه مسلم)
Artinya:
“Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah saw: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disayangi Allah daripada mukmin yang lemah, masing-masing ada kebaikannya. Bersemangatlah atas hal-hal bermanfaat bagimu. Mintalah tolong pada Allah, janganlah engkau lemah. Jika engkau ditimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: “Seandainya aku lakukan demikian dan demikian. Akan tetapi hendaklah engkau katakana: “ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi, karena perkataan lau (seandainya) dapat membuka pintu setan.” (HR. Muslim).
Rasulullah saw. telah meletakkan prinsip dasar dalam menjaga kesehatan melalui upaya preventif dan pencegahan terhadap penyakit. Penyebutan Nabi saw. sebagai penyifatan terhadap pola hidup sehat meniscayakan figuritas Rasulullah saw. sebagai uswah hasanah. Karena itu, keberhasilan Rasulullah saw. dalam menerapkan pola hidup sehat merupakan bagian yang harus digali dari hadits-haditsnya. Hadits-hadits terkait pola hidup sehat Rasulullah saw. merupakan rekam jejak dari potret kehidupannya yang patut diteladani dan diamalkan. Konsep pola hidup sehat Nabi saw. terintegrasi dalam larangan, perintah dan petunjuk yang terdapat hadits-haditsnya. Dengan demikian merupakan sebuah kemestian untuk mengkaji konsep pola hidup sehat Nabi saw. sebagai model penerapan pola hidup sehat yang berbasis pada wahyu.
[1] M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual (Cet. II; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2009) h. 4.
[2] Rusli Lutan, Asas-asas Pendidikan Jasmani Pendekatan Pendidikan Gerak di Sekolah Dasar (Jakarta: Depdiknas, 2000), h. 14.
[3] Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz V, hadis no. 6412.
[4] Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, hadis no. 1617. Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburiy, Shahih Muslim, (Riyadh: Bait al-Afkar al-Dauliyyah, 1998 M./1419 H.), hadis no. 2190.
[5] “I’tina al-Islam bi al-Shihhah al-Badaniyah”, 14 oktober 2018. http//www.mawdoo3.com.
[6] Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburiy, Shahih Muslim, hadis no. 2664
BACA BUKU 3 DIMENSINYA
Pastikan anda memiliki saldo di dompet inno anda.
Jika belum silahkan bisa untuk beli saldo inno terlebih dahulu

Beli Saldo Inno
Fitur ini untuk pembelian dana saldo uang digital inno

Baca 3D book disini
Jika anda sudah memiliki saldo. Klik untuk baca buku 3D Book ini