Makna Hakiki Merdeka
Oleh. Reni Tresnawati
77 tahun sudah Indonesia merdeka, rapatnya 17 Agustus 1945 – 17 Agustus 2022. Sudah menjadi tradisi sejak merdekanya Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang. Perayaan hari kemerdekaan dimeriahkan dengan berbagai lomba. Dari balap karung hingga panjat pinang. Malah akhir – akhir ini perlombaan tujuh belasan (begitu orang bilang) diadakan pertunjukan/perlombaan yang nyeleneh dan terkesan jorok, bahkan ada juga yang bertukar posisi laki – laki memakai baju perempuan (daster) dll. Menurut mereka itu semua seru dan kreatif.
Kemerdekaan dimaknai dengan kebebasan berekspresi, seperti hiburan. Kemudian malam puncaknya diakhiri dengan makan-makan dan karaoke-an. Ironis. Ditengah negeri Indonesia yang sedang terlilit utang triliunan rupiah dan aset negara yang dikuasai Asing dan Aseng, malah rakyatnya bahkan pemerintahnya jor-joran dalam mengeluarkan dana yang tidak sedikit, dan memfasilitasi hari kemerdekaan ini dengan hal-hal yang tidak mendidik dengan hura-hura, dll. Kebahagiaan mereka semu. Sebab, setelah merayakan kemerdekaan, rakyat tidak semerta-merta menjadi merdeka seutuhnya. Seusai merayakan kemerdekaan rakyat Indonesia kembali disibukkan dengan rutinitas sehari-hari yaitu berburu dengan waktu untuk urusan kebutuhan perut. Karena rakyat harus berusaha sendiri untuk mensejahterakan diri dan keluarganya.
Secara pemikiran bangsa ini stagnan. Pemikiran cemerlang sudah sirna. Pemikiran cemerlang diidentikkan dengan prestasi dalam pengetahuan umum yang sifatnya duniawi. Namun, prestasi yang bersifat aqidah terkadang diabaikan. Bahkan dianggap radikal. Keberadaannya disembunyikan. Padahal, aqidah merupakan pondasi manusia, untuk menentukan hidup dan kehidupan selanjutnya. Apabila orang mau berpikir jernih, mestinya mengevaluasi dan mengrefleksi diri tentang kemerdekaan. Harusnya berfokus pada makna hakiki kemerdekaan itu sendiri seperti apa. Mengevaluasi arti kemerdekaan secara individu, masyarakat dan negara.
Kemerdekaan individu, berprilaku benar sesuai dengan keyakinannya (Islam). Akliyah dan nafsiyahnya (pola pikir dan pola sikap) harus seiring sejalan. Setiap yang diikuti dan dilakukan harus berlandaskan hukum syara. Merdeka secara individu harus dibarengi dengan sikap mandiri, bukan karena adanya tekanan dari orang lain, atau sekedar membebek kepada negara lain. Kemerdekaan individu seharusnya setiap individu harus memiliki inisiatif yang membangun dari dirinya sendiri, untuk mamajukan atau membangkitkan umat. Bukan inisiatif dengan cara mengikuti yang sudah ada.
Kemerdekaan masyarakat, pola pikir dan pola hidup melahirkan gaya hidup. Gaya hidup ini harus lepas dari kungkungan budaya lain, selain Islam tentunya. Untuk mencapai masyarakat merdeka, lingkungan yang ada disekelilingnya harus mempunyai kesamaan 3P. Kesamaan perasaan, pemikiran dan pelaturan yang sama. Apabila ketiganya ini disatukan seperti sapu lidi. Maka ikatan ini akan bersatu dan kuat dalam mempertahankan prinsip karena disitu ada kontrol masyarakat yang saling mengingatkan apabila salah satu warganya yang melenceng dari aturan yang ada. Kalau sudah seperti itu maka akan tercipta masyarakat yang Islami. Berbicara tentang pelaturan, yang harus menerapkannya adalah negara.
Kemerdekaan negara, negara yang terbebas dari penjajahan, baik fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan budaya. Negara merdeka itu tegas dalam mengambil keputusan dan tindakan, agar tidak dijadikan budak nafsu dunia atau boneka yang bisa dimainkan sesukanya oleh negara lain. Salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan negara yang kekayaan negerinya melimpah ruah, baik sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA) nya. Indonesia menjadi ladang bisnis orang-orang kapitalis dan kaum penjajah. Mereka memanfaatkan kelemahan Indonesia, yang sudah terkontaminasi dengan pemikiran kapitalis dan budaya barat. Selain itu mereka tau Indonesia terlilit utang yang cukup besar. Itulah yang dijadikan senjata untuk menekan Indonesia. Ditambah Indonesia adalah mayoritas muslim, yang dibenci kaum kafir.
Saatnya Indonesia bangkit dari keterpurukan ini dan keluar dari tekanan negara-negara yang sedang menguasai negeri ini. Apabila bangsa Indonesia bersatu umat Islamnya, diikuti negara-negara musim lainnya, pasti kaum penjajah dan antek-anteknya akan gentar dan ciut menghadapi umat Islam. Karena umat Islam memiliki keimanan kepada yang Maha Agung yang mempunyai aturan paripurna, yaitu Allah SWT. Kalau saja bangsa dan umat Islam di Indonesia ada kemauan berpikir jernih dan mau keluar dari tekanan para penjajah. Bisa. Negara-negara lain pun bisa keluar dari tekana negara adikuasa dan
menjadi negara yang mandiri dan bebas menerapkan aturan-aturan dalam melindungi rakyatnya. Bagi umat Islam, tentu saja negara tersebut harus sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. yaitu sebuah negara yang menerapkan aturan Allah dalam berbagai kebijakan dan dalam berbagai aspek kehidupan. Wallahu a’lam bishowab.