Langit Biru

Pemesanan buku

3D Book

Shopee

Tokopedia

Whatsapp

Sinopsis
Bagi biru, cinta selalu terlihat menyakitkan. Biru memang sok tahu, padahal ia belum pernah jatuh cinta. Rasa sayang kepada seorang ibu dan sahabatnya adalah kasta tertinggi yang menempati segala bentuk perasaan pada dirinya.Hingga kehadiran langit dikehidupannya, akan memberikan banyak warna dan rasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Langit akan membawanya berpetualang menuju biru, jingga, abu, hingga gelap.

Beli buku versi cetak

PINJAM BUKU

Baca buku harian mulai dari SERIBU RUPIAH sudah bisa baca dan nikmati fitur 3D Book

Revalia Biru Amira yang akrab dipanggil Biru. Menurutnya, cinta bukanlah suatu hal yang penting. Dirinya sangat ingin merasakan jatuh hati dan merasakan kupu-kupu berterbangan di perutnya seperti orang lain.

Baginya, cinta selalu terlihat menyakitkan. Biru memang sok tau, padahal Ia belum pernah jatuh cinta. Rasa sayang kepada seorang Ibu dan sahabatnya adalah kasta tertinggi yang menempati segala bentuk perasaan yang ada pada dirinya.

Hingga kehadiran Langit di kehidupannya, akan memberikan banyak warna dan rasa yang belum pernah Ia rasakan sebelumnya.

Langit akan membawanya berpetualang menuju biru, jingga, abu, hingga gelap.

Suasana pagi ini lebih dingin dari biasanya, ya tentu saja pagi ini langit sangat mendung hingga matahari pun enggan menunjukkan sinarnya. Hujan mulai turun sedikit demi sedikit dan Biru sedang bersiap-siap untuk pergi menuju sekolah tercintanya, SMA Garuda Sakti.

Tahun ini adalah tahun kedua Biru berada di sekolah tersebut. Biru aktif dalam akademik maupun non akademik, Ia sudah beberapa kali mengikuti lomba, seperti lomba debat dan basket. Katanya, agar lulus nanti Ia mendapat nilai yang tinggi dan memiliki segudang prestasi agar dapat diterima di Universitas yang Ia impikan.

Biru nampak terlihat bingung mencari keberadaan payung kesana dan kemari, terlebih kini sudah menunjukan pukul 06.45 WIB. Ia bisa saja telat, walaupun sedang hujan tapi yang namanya telat tidak ada pada kamus seorang Biru.

“Kamu cari apa sih, Bi?” Tanya Ibu Biru yang sedang membersihkan rumah.

“Payung Mah, di mana ya?” Sambil tetap mencari ke seluruh penjuru rumah.

Sambil membawakan barang yang daritadi Biru cari, ibu Biru memberikan barang itu “Nih, wong  dari tadi ada di dekat pintu loh ckckck.”

“Astaga… makasih banyak, Mah. Biru berangkat yaa.” Ucap Biru sambil menyalami tangan sang ibu. Biru pergi dengan payungnya dengan memakai sendal jepit sebagai alas kakinya ke sekolah, sepatunya Ia simpan di dalam totebag yang digandengnya.

Tiba di Sekolah…

“Haiii Blue, astaga my honey bunny sweety kasihan kamu kehujanan…” Sapa Alika, teman Biru yang amat bawel dan berisik itu di depan pintu kelas. “Sini tasnya biar princess bawain.”

Princess kok bawain tas orang lain sih?” Balas Biru.

Meskipun sangat bawel, Biru sangat sayang pada Alika. Alika adalah teman pertama Biru di SMA ini, sejak masa orientasi mereka jadi dekat hingga kini benar-benar menjadi sejoli walaupun kepribadian mereka cukup bertolak belakang. “Audrey mana ya jam segini belum sampai juga loh, biasanya mau hujan badai petir geluduk angin topan pasti datangnya cepat.” Cerocos Alika kembali setelah menyadari ketidakhadiran teman mereka yang satunya lagi, yaitu Audrey.

Alika memutuskan untuk menanyakan di grup gengnya perihal Audrey yang tak kunjung datang.

Alika: Audrey… lo kenapa belum datang jam segini?

Audrey: Iya nih, hari ini gue ngga masuk kelas, soalnya gue sakit ☹

Alika: Ihhh… kok tiba-tiba sakit sih, Dy?

Audrey: Tanya penyakit gue nih sini, alias jengukin gue dong elah.

Biru: Yauda nanti pas pulang sekolah, ya. Mau eskrim?

Audrey: YES.

Audrey: EH NO!!!

Alika: Hahahaha.

Biru: Lo udah izin kan ngga masuk hari ini?

Audrey: Udah dong, yaudah mau bobo. Selamat berpusing ria kawan-kawanku.

Biru: Kurang ajar.

Jam pelajaran ke-2 selesai dan bel sekolah sudah berbunyi, pertanda jam istirahat. Sorak sorai mulai menggema, karena murid-murid sudah berkeliaran di lorong sekolah untuk segera menuju kantin.

“Hari ini Bu Titim bawa dimsum, lho!”

“Serius lo, Ka? Kok lo tahu aja sih menu apa aja yang orang kantin bawa?”

Sambil menunjukkan status whatsapp yang tertera pada layar ponselnya “Dimsum ready nih buat dibawa besok ke Garuda Sakti.”

“Astaga dia save kontak Bu Titim ternyata, pantes aja update banget.”

“Eh gue juga suka cerita-cerita lho sama Bu Titim, lo tau ngga Pak Anto? Itu dia sempat cinlok sama Bu Rina woiii.” Ucap Alika sambil terus berjalan disepanjang lorong bersama Biru, untung saja Audrey tidak ada saat ini, karena kalau Audrey terus-terusan mendengar celotehan Alika, Ia bisa saja terkena cubitan rawit khas Audrey.

Bugh” Alika menabrak seseorang yang ada di depannya, Biru pun segera membantu Alika untuk berdiri.

“Ehh sorry ya, gue ngga sengaja banget,” sambil menunduk dan mengangguk-ngangguk Alika meminta maaf kepada orang tersebut.

“Lo bisa kan jalan pakai mata? Ngga pakai mulut?” tegurnya dengan sangat dingin dan terdengar sadis.

“Iya sorry. Temen gue ini udah minta maaf ya, lagipula di mana-mana jalan tuh pakai kaki bukan pakai mata, aneh lo.” Biru pergi sambil menggandeng tangan Alika untuk segera menuju kantin.

Blue…”

“Kenapa?”

“Serius gue rela banget ditabrak lagi sama cowok tadi, gila Blue ganteng bangettt.” Alika memakan dimsum-nya sambil asik membayangkan wajah orang yang menabraknya tadi.

“Ihh, cowok ngga punya attitude gitu lo relain nabrak lo lagi, aneh juga lo sama kayak dia.”

Jam pelajaran pun berakhir, kini saatnya Biru dan Alika pergi untuk menuju ke rumah Audrey. Di sepanjang lorong sekolah, mereka mendengar para siswi bergosip.

Gila lo liat ngga sih cowok tadi, kayak karakter di wattpad banget astaga.

Jutek cool gimana gitu.

Aduhhhh aura gantengnya benar-benar terpancar.

Biru dan Alika hanya mendengar celotehan siswi sekolah mereka yang membicarakan sosok paling tampan dan seperti tokoh wattpad itu di sekolahnya.

Biru tahu, laki-laki yang dimaksud pastilah orang yang menyebalkan tadi.

“Biru!!!” Panggil seseorang di ujung koridor.

Blue, Bintang tuh.” sambil menunjuk ke arah ujung koridor menggunakan mulutnya.

“Kayaknya ada perlu deh, kalau ngga pesen kue, yaa… paling basket.  Lo duluan aja ke rumah Audrey. Gapapa kan, Ka?

“Udah gapapa, sana berduaan aja dulu,” goda Alika pada sahabatnya itu.

“Apaan sih lo, yaudah gue ke sana ya.”

“Ke mana?” Tanya seseorang yang mengagetkan Biru.

“Eh Bintang tiba-tiba di sini gue kan kaget.”

“Hehe ya sorry.” Sambil menggaruk kepalanya yang dirasa tak gatal itu.

“Oke deh guys, gue duluan ya! Dadahhh Bintang.” sapa Alika kepada Bintang dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua.

“Basket lo! Udah 2 kali latihan ngga hadir, sekarang alasan lo apalagi? Hah?” Bintang berlagak seperti bos yang sedang memarahi bawahannya, dengan melipat kedua tangannya di dada.

Bintang adalah teman Biru sejak kelas 5 SD, mereka selalu saja berada di sekolah yang sama dan masih berteman baik hingga saat ini. Keduanya sudah memutuskan untuk menjalin persahabatan abadi sejak duduk di bangku kelas 6 dan berikrar dengan memakai gelang yang sama. Hahaha sangat menggelikan saat diingat kembali.

Bintang dan Biru mengikuti ekskul basket di sekolah dan kini Bintang lah ketua basketnya.

“Aduhh… gue mau nengokin Audrey, gue i…”

“Ngga ada, ayok!” Bintang menarik lengan Biru dan membawanya ke lapangan, untung saja lapangan masih sepi dan Biru masih memiliki kesempatan untuk melarikan diri.

“Duh gue mager banget hari ini libur sekali lagi deh please…” Biru merengek pada sahabatnya itu, Bintang melihatnya dengan tatapan iba dan tentu saja, Ia sama sekali tidak mengizinkannya dan tetap bersikeras untuk mengajak Biru latihan.

Tidak ada cara lagi agar Biru bisa menghindari latihan hari ini, terlebih lagi saat Bintang memberikan jersey berwarna hitam yang bertuliskan nama “Revalia” kepada Biru untuk segera dipakainya.

“Loh kok? Loh?” Biru masih terheran-heran bagaimana bisa bajunya berada ditangan laki-laki ini.

“Gue minta tolong ke nyokap lo tadi sebelum berangkat. Udah sana ganti.” Bintang meninggalkan Biru dan langsung pergi ke lapangan untuk melakukan pemanasan.

Semua anggota ekstrakulikuler basket berkumpul di lapangan, hanya ada siswa/i kelas 10 dan 11, dikarenakan siswa/i kelas 12 sudah tidak boleh mengikuti kegiatan apa-apa lagi dan hanya fokus pada ujian nasional dan ujian-ujian hidup lainnya xixixi.

“Halo, sorry semua gue agak telat,” kata seorang laki-laki yang baru saja datang ke lapangan dengan membawa air mineral dingin di tangannya.
“Gapapa, langsung duduk aja kita briefing dulu.” Ucap Bintang sebagai ketua basket.

Ia pun segera duduk di samping Biru dan Biru pun terkejut melihatnya, mimpi apa Ia sampai harus bertemu dengan laki-laki menyebalkan ini lagi. Kenapa harus duduk disebelahnya pula?

“Oke guys karena coach Rico ngga bisa dateng hari ini, kita latihan seperti biasa sampai pukul 16.30 saja, yuk yuk langsung berdiri dan mulai pemanasan.”

Setelah melakukan pemanasan, seluruh anggota ekskul basket mulai bermain secara per-grup yaitu 5 vs 5 dimana setiap grup digabung antara laki-laki dan perempuan. Latihan pun semakin seru dan sangat menantang, terlebih lagi Bintang bermain dengan sangat keren bersama murid laki-laki yang telat tadi, ya laki-laki yang menyebalkan itu. Pemandangan visual yang sangat memanjakan mata saat melihat kedua orang ini berada dalam satu tempat.

Setelah latihan, semuanya beristirahat sejenak, Bintang dan anggota yang lain masih lanjut bermain, Ia pun asik memanggil-manggil teman seregunya untuk mengoper bola kepadanya.

“Langit oper!” Sorak Bintang.

Biru yang sedang berjalan untuk membeli minum, tiba-tiba saja berhenti ketika mendengar seseorang memanggil “Langit?” dalam hati Ia bertanya, dan “BUGH” satu lemparan bola basket yang cukup kencang mengenai kepala Biru hingga akhirnya Biru terjatuh dan hilang kesadaran.

“Arghh” Biru memegangi kepalanya yang dirasa masih sakit karena terkena benturan bola basket tadi.

“Udah sadar lo? Nih minum.” Seseorang memberikan air mineral kepada Biru yang memicingkan matanya karena masih terasa pusing.

Perlahan, tapi pasti. Biru mulai membuka matanya dan seketika membelalak setelah melihat seseorang dihadapannya. “Astaga… lo ngapain?” Ia langsung terduduk dan merasakan pusing kembali di kepalanya.

“Lo yang ngapain?  Kalau mau ngelamun tuh sambil duduk, cari tempat yang bener atau kalau lo perlu healing mending lo ke puncak deh, ngapain di tengah lapangan gitu.”

“Nih minum.”  Lelaki itu memberikan airnya kepada Biru.
Wait, nama lo Langit?” tanya Biru dengan sedikit ragu.

“Iya, yaudah gue balik duluan, nih minum lo.” Langit pergi meninggalkan Biru sendirian di ruang UKS dan meletakkan airnya di atas meja.

“Ayo gue antar balik.”

“Apaan sih, Tang. Masuk-masuk main ajak balik aja. Bentar, kepala gue masih butuh effort untuk diajak jalan.” sambil memijit kepalanya yang sakit.

“Jalan kok pakai kepala, pakai kaki lah gimana sih?” Bintang langsung membawakan tas Biru dan segera menggandengnya keluar dari UKS.

“Bintang…”

“Hah?”

“Tadi itu Langit?”

“Iya, Langit. Kenapa?”

Hmm… gue jadi kangen Langit, Tang” ucap Biru dengan sedikit sendu sambil melangkahkan kakinya untuk menaiki motor Bintang.

 

Keesokan harinya…

“Gila sih lo Blue, lo ngga jengukin gue kemarin.” Ucap Audrey.

Baru saja memasuki kelas, Biru langsung diserbu oleh ocehan teman-temannya.

“Pasti kemarin nge-bucin sama Bintang kan, lo?! Sayang banget lo ngga dateng, kemarin gue ditraktir ramen kesukaan lo sama Audrey HAHAHA. lumayan makan siang gratis.” Sahut Alika yang nyambung aja seperti kabel listrik.

Biru tidak merespon apa-apa karena masih sedikit pusing dengan insiden kemarin, terlebih lagi Biru juga sedang tidak fit karena musim hujan akhir-akhir ini.

“Eh… lo sakit yaa?!” Teriak Alika yang sontak membuat seisi kelas kaget, untung saja saat itu baru sedikit murid yang ada di kelas XI IPA 2.

“Kok gantian gini sih? Kenapa kok lo bisa sakit?” tanya Alika yang sangat bawel.

Tok…tok…tok…

Seseorang mengetuk pintu kelas XI IPA 2 dan langsung memasuki kelas untuk menghampiri Biru.

“Nih, nasi goreng buatan Bunda gue, makan ya!”

“Aaaaaaa so sweet bangetttt…” Ucap Alika dan Audrey serempak.

“Apaan sih…” Balas Biru dan Bintang bersamaan dengan muka datar mereka.

Okay thank you so much my friend and especially for your mom, tante Linda. Udah sana lo ke kelas, thanks ya.” Ucap Biru kepada Bintang sambil membuat bentuk love dengan kedua tangannya di atas kepala.

Bintang meninggalkan kelas Biru dan sedikit garis lengkungan muncul dibibirnya saat itu.

“Anak-anak sekalian, untuk mencari referensi buku yang akan digunakan sebagai tugas perkelompok nanti, kalian dapat pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku yang di sana.”

“Baik, Pak.”

“Ya, silakan menuju perpustakaan bersama kelompok masing-masing.”

Seluruh murid kelas XI IPA 2 pergi menuju perpustakaan dan setiap kelompok mencari spot ternyaman untuk berdiskusi bersama. Biru, Alika, dan Audrey segera mencari buku setelah menemukan tempat yang pas untuk berdiskusi. Perpustakaan cukup ramai saat itu, sehingga agak sulit untuk mencari spot yang lebih hening dan nyaman.

Saat kembali ke tempat yang sudah mereka tandai, tiba-tiba ada seorang murid laki-laki yang dengan santainya membaca buku sambil selonjoran kaki tanpa merasa bersalah karena sudah menempati tempat orang lain.

Ehem ehem…” Biru berdeham untuk menarik perhatian si “pencuri tempat”. Murid tersebut masih asik membaca buku sehingga wajahnya tertutup oleh buku yang Ia baca.

“Maaf banget sebelumnya, lo ngga lihat ya ini tempat udah kita tandain?” Tanya Biru kepada laki-laki itu.

Tiba-tiba seorang murid laki-laki lain juga datang ke tempat tersebut.

“Eh kenapa nih? Temen gue bikin ulah?” dengan sedikit kebingungan dan heran terhadap temannya yang tidak peduli apa yang sedang terjadi.

“Ohhhh jadi ini temen lo, Nan?” Ya, murid laki-laki yang tetap membaca buku itu adalah teman dari Ananda yang merupakan murid XI IPA 1. Ananda atau yang biasa dipanggil Anan adalah sosok yang famous juga di sekolah, terlebih Ia adalah anak yang friendly dan juga tampan.

“Langit woi!” Kata Anan sambil mengambil buku yang dibaca laki-laki itu.

“ASTAGA LO MULU PERASAAN!” Ucap Biru dengan penuh keheranan, rasanya Ia begitu sial karena harus selalu bertemu dengan laki-laki menyebalkan ini.

“Lo pikir tempat ini punya lo? Apa yang lo tandain sampai lo bilang ini tempat lo?” Tanya Langit dengan sangat cuek dan dingin.

“Heh, itu ada buku atas nama Alika ya, sengaja gue taruh di situ. Itu juga tempat pensil ada 3 harusnya lo tau tempat ini udah ditempatin” Biru sedikit kesal dan sangat malas melihat laki-laki dihadapannya itu.

Cih, masih syukur tempat pensil lo ngga gue betak, kalau mau udah gue bawa, lumayan banget sampai semester depan ngga beli alat tulis lagi.”

“Eh eh sumpah gapapa, tempatin aja, kita bisa cari tem…” Ucap Alika dengan sangat antusias karena tahu siapa yang menempati tempatnya itu.

“Apaan sih lo, Ka?” Biru memotong perkataan Alika dan menatapnya malas.

Hmm sorry Nan, Lang. Thanks udah jagain alat tulis kita” Ucap Audrey agar permasalahan sekecil ini tidak perlu diperpanjang lagi.

“Iya maaf ya, Guys” Ucap Alika juga

 “Biru minta maaf ih.” Ucap Alika lagi pelan sambil menyenggol sikut Biru.

Biru melihatnya malas “oke, maaf” tanpa melihat ke arah Anan dan Langit.

“Gapapa, sans aja. Sorry ya temen gue ini juga emang agak blangsak anaknya, duluan guys selamat belajar.” Ucap Anan dengan sangat ramah kepada mereka. Anan pun berlalu diikuti oleh Langit, tapi Langit berjalan mundur ke hadapan Biru.

“Revalia Biru Amira” ucap Langit sambil membaca nametag yang ada disebelah kiri seragam Biru dan kemudian menatap matanya.  Biru pun refleks menutupi nametag tersebut dengan kedua tangannya dan pandangannya tak lepas dari Langit yang sudah berlalu meninggalkan perpustakaan.

“Mah, masih inget sama Langit ngga?” Tanya Biru kepada ibunya sambil asik menonton siaran televisi berdua di ruang tamu.

“Ingat. Teman kecil kamu, kan? yang sebelum kamu kenal sama Bintang?”

“Iya, Mah.” ucap Biru sambil murung dan menundukkan kepalanya.

“Kenapa sama Langit, sayang?” Tanya ibu Biru yang kemudian segera menghampirinya.

“Langit beneran udah ngga ada ya, Mah? Kecelakaan waktu itu beneran ngga sih? Langit beneran ngga selamat Mah? Kok sampai sekarang aku ngerasa ngga yakin sama hal itu.” Tanya Biru sambil menatap layar televisi dan menyandarkan kepalanya ke bahu ternyaman milik ibunya.

Sttt, Langit pasti udah bahagia di sana, Biru…” Sambil mengelus-elus kepala anak tunggalnya yang sangat Ia sayangi itu, Ibu Biru berusaha menenangkannya.

“Tapi, ada Langit di sekolah Biru, Mah.”

“Pasti itu Langit yang lain, Nak. Udah sekarang kamu pergi tidur, besok kan harus sekolah.”

Hmm… Oke Mah, Good Night” ucapan selamat malam yang selalu diberikan setiap akan beranjak tidur dari sepasang ibu dan anak yang sangat harmonis ini.

Untuk membaca selanjutnya silahkan kamu bisa pinjam buku/melakukan pembelian buku cetaknya.

0 0 votes
Rating
Subscribe
Notify of
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Umpan Balik Sebaris
Lihat semua komentar