- *Ketika Rumah Tangga Ditimpa Prahara*
Resume kajian On-Air ajang Keluarga Sakinah DSK 103,2 FM
Jumat, 02 September 2022
Oleh. Tia Febriani
Setiap pasangan yang menikah pasti mempunyai harapan memiliki rumah tangga yang indah dan harmonis.
Dalam pernikahan, kita menyatukan dua pribadi yang berbeda, dan terkadang perbedaan inilah yang akhirnya seringkali menimbulkan konflik dalam kehidupan berkeluarga.
Setiap prahara yang dihadapi oleh keluarga, kita sebagai seorang muslim tentu kita kembalikan solusi atas prahara yang terjadi dari sudut pandang Islam. Sehingga konflik yang terjadi tidak berujung pada sesuatu yang justru dibenci oleh Allah SWT yakni perceraian.
Pengisi tetap ajang Keluarga Sakinah, Ustadzah Umi Hamzah membahas dalam kajiannya mengenai rambu-rambu dalam Islam sebagai petunjuk kita ketika menghadapi masalah dalam rumah tangga. Jumat (02/09)
“Nah yang kita akan bahas sekarang itu adalah dari sisi rambu-rambunya yang semoga menjadi satu solusi bagi kita.” Ujarnya
Apa saja rambu-rambu yang sudah ditetapkan Islam untuk menjadi petunjuk kita ketika menghadapi masalah tersebut:
_Pertama_ , memahami tujuan dari sebuah pernikahan, yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT. Sebagaimana tujuan Allah menciptakan kita.
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
_”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku._ ( QS. Az-Zariyat 56)
Termasuk ketika kita mau menikah, niatnya untuk beribdah kepada Allah SWT, sehingga ketika kita memiliki tujuan yang sama dengan pasangan maka akan muncul sikap persahabatan dan juga cinta yang tumbuh diantara pasangan adalah karena Allah.
Lalu, bagaimana ketika sudah menikah dan rasa cinta itu sudah berkurang, maka kembalikan lagi niat menikah itu karena Allah SWT. Selama pasangan kita adalah orang yang shalih kita tidak lagi memandang hanya sebatas fisiknya tetapi karena tujuan menikah tadi untuk beribadah kepada Allah maka kita mencintainya karena Allah SWT.
Jika prahara ini muncul ditengah-tengan kelurga kita, maka disitulah kita harus bersabar, karena bisa jadi kebaikan yang akan Allah berikan kepada kita tidak terletak pada apa yang bisa dilihat oleh mata kita. Tetapi bisa jadi kebaikan itu berupa ganjaran atau pahala dari Allah SWT. Sebagaimana yang Allah gambarkan didalam QS. An-Nisa ayat 19.
وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
_Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak._
_Kedua_, ketika tengah terjadi konflik dan sulit untuk diselesaikan maka datangkan juru damai. Hal ini diperintahkan oleh Allah dalam QS. An-Nisa:35, _”Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.”_
Dan telah dicontohkan oleh Rasulullah. Ketika Rasulullah saw berkonflik dengan istri beliau yaitu Ibunda Aisyah, dipanggillah Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai juru damai.
_Ketiga_ , perlu adanya pengajaran suami kepada istri karena suami adalah qowwam, pemimpin. Pada saat istri melakukan nusyuz maka suami harus melakukan pengajaran. Allah perintahkan dalam QS. An-Nisa: 34.
_”Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka (pukulan yang tidak berbekas). Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”_
_Keempat_ , introspeksi diri. Ketika terjadi masalah, suami dan istri sama-sama introspeksi diri, jangan saling menyalahkan satu dengan yang lain.
_Kelima_, menjalin komunikasi yang baik. Komunikasi ini bisa dikatakan sebagai salah satu kunci utama di dalam sebuah pernikahan. Komunikasi ini akan menjadi penghubung terjalinnya kepercayaan terhadap pasangan.
_Terakhir_, kita dapat mengambil pelajaran dari kisah sahabat Rasulullah saw., yaitu Abu Darda’ dengan istrinya Ummu Darda’. Abu Darda’ mengungkapkan kepada istrinya _”Jika aku marah maka buatlah aku ridha kepadamu. Kalau engkau marah maka aku akan membuat engkau ridha kepadaku. Kalau tidak demikian, maka kita tidaklah dikatakan bersahabat.”_
Dari ungakapan tersebut, kita dapat mengambil pelajaran bahwa ketika suami marah, istri tidak ikut marah, tetapi justru melakukan sesuatu yang bisa membuat suami ridha, suami menjadi tidak marah. Begitupun sebaliknya.
Dari kisah Abu Darda’ kita mendapat ibrah bahwa begitu luar biasa bagaimana hubungan Abu Darda’ dengan istrinya meskipun beliau termasuk kalangan sahabat yang dhuafa, tetapi hubungan Abu Darda’ dan istrinya begitu indah, sama-sama meridhai dan ingin memperoleh ridha dari Allah SWT dengan adanya keridhaan dari pasangan.
Wallahu’alam.