Beli buku versi cetak

PINJAM BUKU
Baca buku harian mulai dari SERIBU RUPIAH sudah bisa baca dan nikmati fitur 3D Book
“Alihkan isu. Bereskan semuanya !” teriak pria berkemeja putih kepada laki-laki berjas hitam, bertubuh gagah besar di depannya.
“Siap pak !” jawabnya lalu beranjak keluar ruangan.
Malam yang indah saat bintang malam bersinaran. Angin-angin bertiup sedang, menyegarkan badan. Suasana di perkampungan seperti biasa saat malam menyapa, seketika menjadi sepi, semuanya bersegera masuk ke dalam rumah untuk beristirahat, kecuali sebagian orang yang sedang menjalankan ronda malam.
Kawasan daerah ini dikenal sebagai daerah pertanian. Terdapat banyak jenis pertanian disana. Ada lahan hortikultura yang terdiri dari sayuran dan buah-buahan, lahan rempah dan obat, dan lahan-lahan pangan yaitu ubi, singkong, jagung, dan padi. Di setiap sisi lahan pasti ada aliran air dengan sistem irigasi yang sistematis. Selain itu, sekitar 20 meter dari lahan-lahan itu, terdapat pohon-pohon besar, untuk persedian bahan organik sebagai pestisida maupun nutrisi bagi tanaman yang diolah terlebih dahulu. Inilah konsep pertanian organik yang sudah berjalan selama tujuh tahun.
Semua orang yang tinggal di kampung batu desa karanganyar mayoritas petani. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir kampung ini penyumbang terbanyak bahan pangan bagi kebutuhan pangan di tingkat kabupaten. Pertanian pangan menjadi mayoritas petani di daerah ini, meskipun ada beberapa petani yang menanam selain pangan. Dengan prestasi itu, banyak mahasiswa pertanian dari IPB, UIN, UNPAD bahkan dari universitas di luar jawa sering datang ke kampung ini untuk bertanya lebih tentang pertanian atau belajar lapangan dengan melakukan magang.
Semua itu tak akan terjadi jika tidak ada pak Irwan. Seorang petani lulusan S2 IPB, yang sebelumnya S1 di UIN Bandung. Dia menikah dengan seorang wanita dari kampung tersebut bernama Siti Aisyah, seorang wanita yang dikenal dengan kebaikannya. Dia juga dikenal sebagai seseorang yang cerdas. Pak Irwan bersama istrinya dikenal sebagai keluarga yang taat dalam agama.
Pada awalnya pak Irwan membangun kampung petani ini karena keresahannya terhadap teknologi GMO (Genetic modified Organism), merupakan sebuah teknologi rekayasa gen untuk memperbaiki gen sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.Hasil tesisnya membuktikan bahwa, penggunaan GMO lebih banyak dampak buruknya bagi kesehatan. Salah satunya dapat menumbuhkan sel-sel kanker, yang lebih menyeramkannya yaitu dapat memunculkan penyakit baru lewat silang gen tersebut.
Dengan alasan tersebut, pak Irwan berinisiatif ingin mengembalikan kualitas bahan-bahan makanan menjadi bahan makanan yang alami dan sehat. Bahkan, dia sedang melakukan riset tentang alat pemindai untuk mendeteksi bahan makanan yang mengandung GMO.
Adzan isya berkumandang. Biasanya pak Irwan beserta kedua anaknya selalu tidak absen shalat berjamaah di masjid, tapi kali ini karena tidak enak badan, dia mengajak istri dan kedua anaknya shalat berjamaah di mushola rumahnya.
Ibrahim, anak pertama mereka mengumandangkan adzan, lalu beberapa saat kemudian Ismail anak kedua mereka menyusulnya mengumandangkan iqamat.
Pak Irwan memimpin shalat,”Allahu’akbar.” takbirnya.
Pada rakaat terakhir terdengar suara yang mengetuk pintu. Keras. Bukan hanya itu, terdengar juga suara hentakan kaki yang sedang berjalan cepat di sekeliling rumah mereka. Suaranya mungkin dari sekitar puluhan pasang kaki. Terdengar jelas, kencang, menakutkan.
Pak Irwan menutup shalat dengan salam. Setelah selesai, kedua anaknya bertanya panik kepada ayahnya.
“Yah ada apa itu?” tanya Ismail, anak bontot itu wajahnya mengerut ketakutan. Tangannya menggenggam erat baju gamis ayahnya. Sementara Ibrahim, dia memeluk ibundanya. Erat. Ketakutan.
“Tidak apa-apa nak, ga usah khawatir, mungkin ada tamu yang ingin bertemu dengan ayah.” jawabnya, menenangkan kedua anaknya itu,”Stts, adhe sama kakak jangan takut ya !” Lanjutnya, sambil menepuk-nepuk kepala kedua anaknya itu. Dia tersenyum lembut kepada dua putranya tersebut. Berusaha untuk menjadi benteng penenang bagi keluarga kecilnya.
Pak Irwan beranjak dari duduknya menuju pintu. Dia menghela nafas untuk menenangkan diri. Jauh dalam lubuk hatinya tersempil kekhawatiran yang mendalam.
“Blakkk.” terdengar suara dobrakan pintu. Semuanya tercengang kaget mendengar itu. Lebih kaget lagi ketika melihat benda yang mereka bawa di tangannya.
”Jangan bergerak !” teriak pria berbaju tertutup, memakai penutup kepala. Menodongkan senjata laras panjang tepat ke kepala pak Irwan. Disusul oleh kedua temannya, melakukan hal yang sama.
Melihat itu kedua anaknya merintih menangis, memeluk ibundanya. Pak Irwan mencoba bersikap tetap tenang,”ada apa ini?” Tanyanya.
“Jangan bergerak ! Angkat tangan !” teriak salah satu dari mereka.
“Oke. Tapi ada apa ini. Kita selesaikan jangan di depan anak kecil.” sahut pak Irwan.
“Sudah kubilang Jangan bergerak. Angkat tanganmu.” kali ini pria itu membentak. Bola mata di belakang kacamata tebalnya terlihat membulat.
Anak-anak semakin erat memeluk ibundanya. Kepala mereka dimasukan ke dalam mukena yang dipakai ibunya. Sementara ibunya, menahan nafas, tegang, melihat suaminya ditodong oleh pistol.
“Oke. Tapi jangan di depan anak-anak.” sela pak Irwan sembari perlahan mengangkat tangan.
Doorrr..Dorrr…Dorrr ..!!!! Peluru petugas berpakaian hitam menghantam dada pak Irwan. Cipratan darah pak Irwan menodai dinding putih yang di atasnya menempel foto keluarga ketika perjalan umrah. Beberapa saat pak Irwan mengarahkan pandangannya ke posisi anak-anak berada, dia tersenyum tipis dengan helaan nafas yang panjang menahan sakit, lalu dia tersungkur, jatuh. Ceceran darah mengalir di lantai.
“Ayaaaaah ! Ayaaaaaaah !” teriak ibu dan anak-anak. Mereka melihat jelas apa yang terjadi.
“Apa yang kalian lakukan,” sahut Aisyah kepada petugas yang menembak suaminya,” Dasar biadab ! tak bermoral ! gila ! bajingan !” Aisyah terus bersungut-sungut.
Ismail memeluk ayahnya yang tergeletak di lantai. Darah ayahnya menempel di bajunya,”Ayah ! ayah! Ayah! Bangun. Bangun ayah.” bocah berumur 5 tahun itu terus menggerak-gerakan badan ayahnya agar bangun. Dia menempelkan tangannya di bagian tembakan peluru.
Aisyah masih bersungut-sungut kepada pembunuh di depannya. Ibrahim, dia mengepalkan tangannya, lalu menonjok bagian wajah pria yang menembak ayahnya. Pukulan anak kecil yang baru berumur 8 tahun itu, berhasil merobohkan pria itu sampai tersungkur di lantai,”Dasar keparat.” teriaknya. Kata yang sering didengar saat teman-temannya berkelahi.
Beberapa orang masuk ke dalam.
Mereka mengamankan Aisyah, Ibrahim, dan Ismail. Mereka menariknya. Memegang meraka erat. Ismail dan Ibrahim menangis kencang. Aisyah, dia masih bersungut-sungut, berteriak meminta tolong.
Plaaakkkk..! tamparan di bagian belakang pundaknya membuat Aisyah diam, jatuh pingsan.
“Ibuuuuuuuu !” teriak Ibrahim dan Ismail. Mereka geram, marah, sedih, menangis dengan sangat kencang.
Ibrahim dan Ismail masih dipegang erat oleh dua orang berpakaian penutup kepala. Mereka menyaksikan semuanya. Ceceran darah. Tubuh ayahnya yang dibawa. Dan ibunya yang diseret. Mereka menyaksikan semuanya. Mereka tidak dapat melawan. Tidak dapat berbuat apapun. Hanya menangis melihat kejadian yang mengerikan ini.
20 tahun kemudian. 12- Januari-2050
Peradaban dunia sudah jauh berubah. Berbagai inovasi teknologi diperkenalkan. Dimulai dari robot-robot yang sudah bisa melakukan pekerjaan manusia, permainan yang super cangging, dan kemajuan lainnya.
Semua orang terlalu mendewakan teknologi, hidup tanpa teknologi seolah menjadi waktu ajal bagi mereka.
Perubahan peradaban ini sedikit demi sedikit membuat perubahan karakteristik setiap orang. Alhasil, karakter setiap orang menjadi tidak peka dan tidak sadar terhadap sekelilingnya. Kebebasan menjadi semboyan setiap orang dimanapun mereka berada. Perzinahan-miras-perjudian, seakan menjadi kegiatan sehari-hari. Tak ada henti, tak ada reda. Orang-orang idealis seolah disingkirkan secara perlahan. Semenjak peristiwa penggerebegan dengan alasan terorisme, beberapa orang di berbagai tempat ditangkap dengan alasan yang sama.
Seiring berjalannya waktu, aparat pemerintahan melakukan pengasingan-pengasingan akibat kekhawatiran akan terorisme. Orang-orang yang memiliki pemikiran idealis, mereka dikumpulkan di suatu tempat dengan penjagaan ketat para petugas. Hanya beberapa orang yang diperbolehkan keluar masuk area tersebut untuk bekerja. Mereka menamakan tempat itu kampung idealis.
Kampung Idealis memiliki luas lahan sekitar 10 hektar. Kampung tersebut berada di balik hutan jauh dari tempat-tempat modern di pusat kota, sengaja kampung idealis di isolasikan agar mudah untuk dipantau. Jika melihat bangunan-bangunan yang ada di dalam kampung idealis, tentunya berbanding terbalik dengan bangunan-bangunan di tempat lain yang sudah serba canggih dengan gedung pencakar langit puluhan meter. Di kampung idealis, kehidupan masih serba tradisional, mayoritas pekerjaannya sebagai petani.
Sejarahnya, dahulu kampung idealis sengaja dibuat untuk mengisolasikan orang-orang yang dicurigai sebagai teroris. Namun seiring berjalannya waktu, pengasihan juga dilakukan kepada keluarga-keluarga yang dicurigai sebagai teroris padahal mereka tidak ada sangkut pautnya dengan teroris dan juga banyak orang-orang yang tidak bersalah dimasukan ke kampung tersebut, alasannya demi keamanan negara.
Kondisi keseimbangan bumi sudah sangat terganggu. Banyaknya polusi-polusi, suhu udara hampir pernah mencapai 70ºC, terjadi hujan asam, saat ini sudah selama 40 hari hujan selalu turun dan matahari setiap hari redup. Semua orang panik dengan kejadian fenomena alam ini. Ditambah dengan bermunculannya penyakit-penyakit baru berbahaya dan langka.
Efek dari matahari yang selalu redup dan hujan yang terus mengguyur, banyak petani yang gagal panen. Atas dasar kondisi seperti itu para ilmuan pertanian mengantisipasi kebutuhan makanan dengan teknologi rekayasa genetik agar bahan makanan masih dapat diproduksi walaupun dalam kondisi lingkungan yang mencekam.
Namun langkah tersebut masih belum menutupi kebutuhan makanan, alhasil terjadi kesenjangan bahan makanan. Kondisi ini juga menambah kesenjangan ekonomi yang sudah lama terjadi. Kondisi ini menyebabkan kasus-kasus kejahatan terus bertambah.
Pemerintah mengambil langkah untuk membuat kebijakan penghematan energi listrik, dengan tujuan agar membuat keseimbangan alam kembali. Dengan keseimbangan yang kembali sehingga dapat membuat tatanan pertanian dapat berjalan seperti sedia kala dan kebutuhan masyarakat akan terpenuhi. Mereka terus berupaya agar semua ini dapat kembali seperti semula. Matahari bekerja seperti biasa sebagai penyuplai energi utama, air sebagai pengurai, dan dengan itu penghijauan dapat dilakukan.
Setiap rumah sakit selalu penuh dikunjungi pasien yang berobat. Begitupun para dokter, siang malam seperti tidak ada bedanya, mereka selalu sibuk mengobati pasien dan bekerja dalam merumuskan mencari obat untuk penyakit baru yang bermunculan.
Terutama di Rumah Sakit The Mansion Hospital yang bertempat di daerah Gede Bage Bandung, tepat di depan danau alun-alun bandung, 1 km dari utara stadion Bandung Lautan Api.
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, rumah sakit ini menjelma menjadi rumah sakit terbesar di Indonesia. Bahkan dua tahun yang lalu mendapatkan prestasi sebagai rumah sakit terbaik di Indonesia. Sebagai rumah sakit dengan peralatan yang lengkap, disini menjadi pusat pengembangan pengobatan penyakit baru. Dan tentunya terdapat dokter-dokter yang hebat. Salah satunya, Dr. Alex. Dokter lulusan Universitas Harvard. Dokter termuda yang meraih gelar profesor. Di umur yang ke 26, dia sudah mendapatkan gelar tersebut.
Namanya dikenal sebagai dokter yang selalu sukses melakukan operasi. Dia merupakan anak dari mantan menteri pertahanan. Ayahnya menyekolahkan dirinya di Harvard. Jadi pantas jika dia merupakan dokter hebat dan banyak prestasi yang diraihnya.
Selain dikenal dengan prestasinya yang luar biasa, dia juga dikenal dengan kepribadiannya yang aneh. Sebagai seorang dokter yang hebat, dia tidak mencerminkan itu. Pakaiannya yang selalu memakai kaos, sikapnya yang tengil, rambutnya yang kusut. Banyak orang yang tidak percaya dia merupakan dokter muda terbaik jika tidak memakai jas dokter.
Waktu istirahat tiba, dokter Alex selalu mengisinya dengan menonton berita atau membaca koran ataupun membaca berita di gadgetnya. Dia selalu asik, dan fokus saat menonton atau membaca berita, seolah ingin tahu banyak tentang semua yang terjadi.
“Serius bener nonton beritanya. Nih, ngopi dulu, pak.” sahut Arman, asistennya. Dia meletakkan satu gelas berisi kopi di atas meja.
“Oke. Makasih.” jawab Alex, datar, tersenyum, dengan mata masih fokus melihat ke arah TV.
“Berita apa pak ?
“Eh, sudah kubilang jangan panggil pak. Serasa sangat tua. Panggil dengan panggilan lain aja.” potong Alex.
“Lagi nonton berita apa kakak?” ulang Arman.
Alex merubah pandangannnya, melihat Arman, dia tersenyum tengil,”Ini berita tentang munculnya penyakit baru yang belum ada obatnya.”
“Oh, soal itu, bukannya nanti malam ada pertemuan yang akan membahas tentang itu.” mata Arman membulat, membayangkan pertemuan nanti malam.
“Mmm, ya udah jangan terlalu dipikirkan. Fokus aja sama operasi nanti sore.”
“Apakah kakak yakin akan mengoperasi pasien itu. Bukannya operasi ini dapat dilakukan oleh robot dokter yang sudah diprogram untuk mengoperasi bypass ?”
Alex mematikan Tvnya,”Apakah kamu dan teman-teman kamu dan juga dokter magang nanti dapat bertanya kepada dokter robot tentang operasinya dan juga apakah kamu pernah mengikuti operasi jantung terbuka ?”
“Iyaa. Engga ..” Arman tidak dapat berkata-kata lagi.
“Dokter lain mungkin menggunakan robot untuk operasi ini. Namun, bagiku selama tanganku ini masih dapat dipakai untuk menyelamatkan orang, maka aku akan lakukan itu dengan tanganku sendiri, tidak peduli seberapa susahnya itu, juga seberapa gampangnya itu. Karena aku seorang dokter.” Alex membukakan telapak tangannya, menunjukkannya kepada Arman.
“Dan juga aku ingin memberikan pelajaran tentang bedah jantung terbuka, karena mungkin suatu saat teknologi tidak akan bisa digunakan lagi. Seperti saat kalian suasana perang.” papar dokter Alex, diselingi dengan senyuman tengilnya.
“Cepat kamu salin, panggil yang lainnya. Kita ketemu lagi di ruang operasi.”
“Siap. Tapi kak, ada kabar baik buat kakak.” Arman tersenyum menyampaikannya.
“Apaan ?”
“Dokter Jessika, tunangan kakak, dia hari ini balik lagi ke rumah sakit ini. Ciee !” jawab Arman menggoda, lalu pergi.
Tarikan nafas Alex serasa terhenti mendengar nama itu kembali. Rasa sakit itu kembali lagi, beradu dengan sisa-sisa kerinduan kepada wanita itu. Tangannya bergetar, matanya menatap kosong layar TV, bayangannya terlihat hitam. Dia merasa rasa sakitnya terlalu besar, walaupun ada sisa rindu yang menyapa.
Sakit. bayangan itu muncul kembali. .
Dokter Alex mengganti pakaiannya dengan pakaian operasi, serba hijau. Konon katanya saat dia sekolah kedokteran, pemakaian seragam warna hijau berfungsi agar pikiran dokter selalu jernih, setelah berjam-jam hanya melihat organ-organ tubuh dan darah, karena warna hijau dapat memberikan daya tarik untuk membuat pikiran menjadi segar seperti tanaman-tanaman hijau.
Dia berjalan menuju ruang operasi. Tarikan nafasnya masih terasa sesak. Pikiran tentang dokter Jessika masih terus dipikirkannya. Rasa sakit yang dirasakannya lebih besar. Kenangan-kenangan dulu bersamanya bermunculan. Setiap muncul bayangan senyuman dokter Jessika, membuatnya semakin sakit.
Dokter Alex membersihkan tangannya dengan sabun. Dia menggosokan sabun secara merata sampai siku tangannya. Hal ini dilakukan agar tangannya bersih dari patogen atau mikroba pembawa penyakit yang mungkin dapat menginfeksi pasien yang akan dioperasi.
Badannya semakin bertambah menggigil, dingin, dengan udara di ruang operasi. Perawat memakaikan jubah operasi, sarung tangan, dan kacamata loupe atau lebih dikenal dengan kacamata pembesar khusus operasi.
Dokter Alex berjalan ke posisinya. Dia menarik nafas panjang, lalu menghembuskanya. Suara musik pop sudah dinyalakan untuk membuat suasana ruang operasi tidak tegang.
“Pasien ini seorang bapak berumur 47 tahun. Menderita aterosklerosis[1]. Terjadi penyumbatan arteri pada jantung sehingga darah tidak dapat berjalan lancar. Setelah aku membedah dan memasang selang-selang, nyalakan mesin cardiopulmonary[2]. Setelah itu, aku akan memulai melakukan bypass[3].” dokter Alex menjelaskan dengan suara bergetar. Tubuhnya terasa lemah, masih memikirkan kenangan buruknya.
“Apakah semuanya sudah mengerti ?” tanya Dokter Alex. Memastikan.
“Iya mengerti dok.”
Semuanya siap melakukan operasi. Dokter Arman berada di depan Dokter Alex. Lusi dan Gilang berada di samping, mereka berdua sebagai dokter instrument. Fiska, sebagai dokter anestasi. Dan ada beberapa dokter koas[4] yang serius melihat jalannya operasi.
“Kondisi vital pasien stabil dok. Silahkan anda mulai operasinya.” sahut Fiska.
“Scalpel.” pinta Alex. Lusi memberikannya.
Dokter Alex mengambil pisau bedah, tangannya bergetar saat hendak memulai pembedahan. Badannya terasa lemas, memikirkan kenangan dengan Jessika.
Arman melihat itu, kaget,”Kenapa kak ? apakah kakak baik-baik saja ?” tanyanya.
Mata dokter Alex dia arahkan kepada Arman, lalu mengerditkan kedua matanya. Dia coba menenangkan diri sejenak, menarik nafas panjang lalu menghembuskannya. Dia mulai menyayat kulit bagian tengah dada. Darah segar keluar ketika tajamnya pisau membelah bagian kulit. Asisten membersihkan darah yang keluar. Ada sedikit darah yang keluar dari nadinya.
“Bovie.” pinta Alex. Dia mulai membersihkannya. Lalu mulai membuka tulang dada.
“Reftraktor.”
Dokter Alex dan dokter Arman menjepit bagian jaringan kulit yang baru disayat, lalu menghubungkan besi reflektor satu sama lain, agar sayatan dapat terus terbuka. Jantung sebesar ukuran kepalan tangan itu terlihat berdetak pelan. Dokter Alex mulai memasang pipa dari alat cardiopulmonary pada aorta dan atrium kanan.
“Siapkan Bypass !” seru dokter Alex.
“Bypass siap dok.” tegas dokter Arman.
“Clamp.” pinta dokter Arman.
Clamp yang mirip bentuknya seperti tang sudah berada di tangan dokter Arman. Lalu, dia mulai mengentas atau menjepit aorta dengan clamp, seketika darah merah segar mengalir sepanjang saluran pompa menuju tubuh pasien, menuju ke jantung dan kembali ke mesin sebagai cairan gelap yang kekurangan oksigen. Dan saat itu juga, jantung tidak mengandung darah dan berhenti bekerja digantikan oleh mesin yang terpasang.
“Gunting.” Pinta dokter Alex.
Dokter Alex, membuat lubang dalam arteri koroner yang tersumbat, untuk melakukan bypass. Namun, sebelum itu, dia dengan teliti menarik keluar bagian-bagian kecil sumbatannya untuk mencegah sumbatan itu ikut mengalir ke dalam sirkulasi dan menyumbat cabang pembuluh darah yang memasok makanan bagi otot jantung.
“Needle holder.”
Kaca pembesar yang dipakai dokter Alex, memperbesar ukuran vena, arteri dan jahitan menjadi 3,5 kali lipat. Luope kaca itu juga yang cukup membantu ketika menjahit vena ke arteri yang tersumbat menggunakan filamen polipropolen[5]. Walaupun tangannya lihai ketika menjahit tapi dia tetap fokus dan berhati-hati.
“Irrigation. Tissu.” Pinta dokter Alex.
Dia membersihkan bagian-bagian yang terkotori darah,. memasukan tangannya ke dalam tubuh pasien, membersihkan darah yang tertempel. Lalu, setelah itu, dia mencabut clamp yang menjepit aorta. Darah mengalir ke vena yang kini berperan sebagai arteri yang baru dan kembali ke jantung.
Beberapa saat berselang, jantung yang diam tiba-tiba berdenyut pelan, lalu jantung berdenyut lebih cepat, menggelepar seperti ikan, lalu tidak lama, denyutan irama jantung kembali normal dan teratur.
Semua orang tersenyum lega, karena operasinya berhasil. Dokter Alex menutup jantung, memasang kembali tulang-tulang dada menggunakan kawat khusus.
“Hanya tinggal menjahit. Bisa kamu selesaikan sisanya ?” tanya Alex kepada Arman.
“Iya siap bisa dok.” sahut semua dokter yang berada disana.
“Ingat operasi selanjutnya, harus kamu yang pimpin.” gurau dokter Alex, membuat terkejut dokter Arman.
Dokter Alex keluar ruangan operasi.
Dokter Alex masuk ke dalam ruangannya. Dia duduk, merebahkan punggungnya. Pikirannya kembali tertuju kepada Jessika. Dia tidak mengerti kenapa hanya karena wanita itu dirinya bisa terlihat lemah seperti itu. Sampai saat hendak membedahpun tangannya bergetar, lemas. Pikiran itu membuatnya gila. Hatinya yang tidak karuan ditambah dengan pikiran yang kacau.
Waktu pertemuan membahas tentang penyakit baru sekitar tiga jam lagi. Dokter Alex memanfaatkan waktu tersebut untuk merebahkan badannya di kasur, lalu tertidur.
[1] Penimbunan lemak di dalam arteri jantung
[2] Alat yang digunakan untuk menghentikan sementara keadaan jantung (atau disebut juga mesin jantung-paru.)
[3] Membuat pembuluh darah baru dari aorta(pembuluh darah besar) melewati pembuluh darah koroner yang tersumbat, sehingga jantung kembali mendapat pasokan darah
[4] Panggilan untuk dokter magang.
[5] Benang untuk menjahit yang sama ukurannya dengan benang pancing namun dengan diameter setebal rambut.
Kursi pertemuan sudah terisi penuh. Ruangan berukuran cukup besar ini dipenuhi oleh orang-orang berseragam putih-putih. Mereka semua dokter yang ada di Indonesia, berkumpul untuk membahas tentang penyakit baru.
Jelas. Yang menjadi pusat perhatian saat itu adalah dokter Alex, bukan hanya karena prestasinya melainkan karena penampilannya yang cuek. Saat itu dia memakai kaos biasa lalu ditutupi oleh jas dokter, celananya memakai jean ketat, dan memakai sandal.
“Selamat malam semua.” sapa kepala rumah sakit. Dr, Firmansyah, ahli bedah syaraf.
“Terima kasih sudah datang. Seiring terjadi fenomena iklim yang ekstrem seperti hujan asam, suhu yang ekstrem, hujan yang terus turun, dan matahari yang selalu redup. Semua itu memicu timbul dan tumbuhnya penyakit baru.” dokter Firmansyah memberikan pengantarnya.
“Baik, saya akan langsung ke poin penting pada acara ini. Dengan timbulnya beberapa penyakit baru, ini merupakan tantangan dan pekerjaan bagi kita sebagai dokter untuk menjawab semua itu.”
Semua tamu undangan mendengarkan fokus ucapan direktur. Tidak ada satu matapun yang memandang ke arah lain, semuanya melihat ke depan.
“Sebelumnya kami sudah melakukan pemeriksaan kepada pasien dengan penyakit langka. Hasilnya cukup mengejutkan bagi saya. Dari serangkaian hasil tes yang sudah dilakukan. Kami berasumsi bahwa ini merupakan penyakit langka. Kami belum pernah melihat kasus penyakit seperti ini sebelumnya.”
“Ini saya tunjukan hasil tes MRI (Magnetic Resonance Imaging)[1] pasien yang mengidap penyakit baru ini.” dokter Firmansyah menunjuk ke layar besar yang berisi gambar jantung.
“Seperti yang sudah saudara semua lihat. Bahwa pada bagian katup jantung terdapat seperti gumpalan dan bercak-bercak yang banyak. Namun, kami belum bisa memastikan itu semua. Pihak laboratorium hanya mengatakan kemungkinan itu termasuk dalam kategori jenis bakteri atau virus, melihat dari struktur dan kandungannya. Namun, mereka belum dapat memastikan bakteri atau virus jenis apa yang menginfeksi tubuh pasien. Mereka mengaku bahwa itu merupakan hal baru selama mereka melakukan pemeriksaan. Struktur dan kandungan darahnya bersifat aneh. Perlu ada pemeriksaan lebih lanjut.”
“Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kita akan membentuk satu tim untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang penyakit ini. Tim penelitian ini akan diisi oleh dokter-dokter yang memiliki lisensi ganda dan prestasi yang luar biasa. Saya akan menunjuk dokter Alex sebagai ketua tim penelitian ini.”
dokter Alex tersentak mendengarnya. Dia setengah tidak percaya. Belum ada kabar tentang penunjukannya sebagai ketua tim penelitian. Ini tiba-tiba dan membuatnya terkejut.
Semua dokter berdiri memberi tepuk tangan. Dokter Alex berdiri perlahan, mengangguk dan memberikan senyuman tipis.
“Dan yang terakhir. Saya ingin memperkenalkan satu dokter yang telah kembali. Dia, putri kesayangan saya. Dokter Jessika, bisa berdiri,” pinta dokter Firmansyah mengarahkan pandangannya ke bagian depan kursi penonton paling pojok.
Jessika berdiri dari tempat duduk, membungkukan badan dan tersenyum, sebagai sapaan. Tidak lama berselang riuh tepuk tangan menggemakan ruangan.
Dokter Jessika merupakan salah satu dokter yang terkenal karena jurnal-jurnal penelitiannya yang sudah banyak dimuat di berbagai situs penelitian.
”Dia akan menjadi salah satu anggota tim penelitian yang dipimpin oleh Dokter Alex.” lanjut direktur, sesaat setelah dokter jessika berdiri setelah membungkuk.
Dokter Alex menahan nafasnya, melihat wanita itu dengan bola matanya secara langsung lagi, setelah kurang lebih lima tahun menghilang. Hatinya kembali sesak, pikirannya berontak. Apalagi ketika mendengar bahwa dokter Jessika masuk dalam tim penelitian, dan itu artinya dia harus bertemu dengan wanita yang sudah membuatnya frustasi selama bertahun-tahun.
Dia meninggalkan ruangan acara, sebelum selesai.
Perasaannya tidak dapat ditutup-tutupi kembali. Rasa sakit itu. Rasa sesak itu. Rasa kesal itu, meluap begitu saja, saat melihat senyum manisnya tadi. Dia cepat pulang, menenangkan pikirannya. Wajah dokter Jessika sangat menyakitkan buatnya dan dia tidak ingin terus mengingat itu.
Hari ini merupakan jadwal hari pelarangan menggunakan kendaraan pribadi. Setiap hari senin sampai rabu, pemerintah memprogramkan pemakaian angkutan umum dan terkadang melakukan pemadaman bergilir untuk mengurangi polusi udara dan menghemat energi.
“Hai, dokter ganteng !” sapa dua orang laki-laki. Satu memakai pakaian serba hitam dan satu lagi memakai pakaian serba orange. Kedua-duanya melebarkan bibirnya, tersenyum. Putih kekuning-kuningan giginya terlihat.
“Hai bocah, itu baju sudah kotor masih saja dipakai,” dokter Alex menunjuk kepada mereka berdua,”Ayo kita berangkat untuk belajar.” lanjutnya singkat.
“Nanti besok aku ganti ka. Tadi pagi aku dapat kiriman uang.” jawab Ibrahim, pria yang memakai baju berwarna orange.
“Kiriman ?” sela dokter Alex.
“Iya ka. Sudah dua tahun terakhir, orang-orang yang ada di kampung selalu mendapatkan kiriman uang selama sebulan sekali. Tapi sampai saat ini, kita tidak tahu siapa yang mengirimkan uang itu. Kalau saja yang mengirim itu laki-laki maka aku akan sangat berterima kasih dan menganggap dia malaikatku, tapi kalau yang mengirim itu perempuan, maka aku bakal nikahi wanita itu” bibir tebal Ibrahim merekah. Gigi putih kekuning-kuningannya terlihat kembali.
Dokter Alex tersenyum lebar mendengar itu,“Memang wanita itu mau diajak nikah sama lelaki yang pakaiannya kucel kaya gini .” sambung dokter Alex.
Mereka berdua adalah teman-teman dokter Alex. Ismail, bekerja sebagai satpam di rumah sakit. Sedangkan Ibrahim bekerja sebagai pegawai office boy. Mereka berdua tinggal di kampung idealis hanya karena ada salah satu keluarganya yang tertangkap sebagai teroris.
Walaupun kemampuan mereka di atas rata-rata tapi tetap mereka hanya bisa menjadi satpam dan office boy, begitu kebijakan memperkucilkan orang-orang kampung idealis.
Dokter Alex setelah pulang bekerja di rumah sakit selalu mengajak mereka berdua ke rumahnya untuk memberikan pelajaran tentang kedokteran.
Hari itu hujan turun. BMKG mengabarkan bahwa hujan asam akan selalu mengguyur dalam sebulan kedepan. Beberapa perusahaan jaket, membuat jaket khusus untuk hujan asam. Dengan embel-embel sebagai kesehatan namun nyatanya hanya keuntungan yang dipikirkan oleh setiap pengusaha. Nampaknya banyak orang yang memanfaatkan krisis alam ini menjadi suatu keuntungan yang besar. Bukankah yang seperti itu tampak ganjil ? dapat muncul teori bahwa bisa jadi kerusakan alam itu disebabkan oleh pengusaha agar mereka dapat membuat satu produk yang dapat dijual sehingga mendapat keuntungan yang besar.
Entahlah, headline berita selama beberapa minggu ini mengangkat isu terkait kemungkinan teori tersebut.
Dokter Alex, Ismail, dan Ibrahim menunggu di halte memakai jas hujan khusus hujan asam. Sudah hampir dua jam menunggu, bus masih belum datang.
“Hujannya udah reda daripada nunggu lama kaya gini mending kita jalan kaki aja.” seru dokter Alex.
Mereka bertiga berjalan kaki, pulang menuju rumah dokter Alex. Apapun yang dikatakan oleh dokter Alex, mereka berdua akan selalu setuju. Mereka ibarat robot yang sudah diprogram yang hanya mengatakan iya atau mengangguk. Begitulah kehebatan dokter Alex.
Setelah 500 meter mereka berjalan, mereka melihat ada satu perempuan berpakaian rapi sedang diganggu oleh tiga pria mabuk. Wanita itu berusaha untuk lari menjauh namun selalu dihalang-halangi oleh ketiga pemuda itu.
Ketiga pemuda itu semakin brutal. Mereka memegang tangan wanita itu. Wajah cantiknya terlihat ketakutan, pucat pasi. Di dahinya terlihat banyak keringat. Helaan nafasnya terdengar kencang, dibarengi dengan dada yang terlihat naik turun dengan cepat.
“Tolong ! Tolong !” teriak wanita itu sambil melepaskan tangannya yang hendak dipegang dan berusaha menjauhi kelompok preman itu.
Pemandangan seperti ini sudah tidak asing terjadi. Banyak kasus-kasus pemerkosaan terjadi di malam hari. Perbuatan seperti itu menjadi hal biasa ketika dunia malam tiba. Sekarang ini semuanya sudah bebas. Wanita pun ibaratnya menyerahkan diri mereka untuk dinikmati oleh pria hidung belang yang haus akan nafsu, ketika mereka bepergian malam.
Namun, ada yang berbeda kali ini. Wanita itu terlihat seperti wanita baik-baik, berbeda dengan kebanyakan wanita lainnya. Dengan alasan itu, dokter Alex berlari mendekat ke arah mereka.
“Stop!”sahut dokter Alex dengan gayanya bak pahlawan.
Ketiga pemuda itu melirik kepada dokter Alex. Dokter Alex tersenyum tengil. Dia diam sejenak berpikir, entah apa yang akan dilakukannya. Juga entah kenapa dia melakukan itu. Dia diam, mematung.
“Dia istriku ! Jangan ganggu dia !” lanjutnya. Kali ini dokter Alex memasang wajah serius. Tidak ada senyuman tengilnya lagi.
Ketiga pemuda itu, saling bersitatap satu sama lain. Mereka kaget dengan ucapan dokter Alex, juga wanita tersebut dan kedua teman dokter Alex.
”Serius yang kamu bilang itu?” tanya salah satu pemuda yang sedang memegang alkohol, memastikan.
Mata dokter Alex membulat,”Iya benar. Dia istriku. Iya kan sayang?” tanya dokter Alex kepada wanita itu. Senyumnya manis.
Wanita itu terhentak kaget, tidak percaya. Dia diam sejenak,”Iiiyaa… aku istrinya.” jawabnya. Sedikit terbata-bata, bingung dicekoki dengan pertanyaan aneh. Rasanya seperti ditodong dengan pistol laras panjang. Seperti itu yang wanita itu rasakan.
“Oh, maaf kalau gitu. Kami sudah mengganggunya, lain kali jangan keluyuran di malam hari seperti ini sendirian.” ketiga pemuda itu pergi. Memang aneh tapi itulah yang terjadi saat ini. Mereka sangat bebas tapi untuk sebagian dari kelompok yang seperti mereka, masih sedikit mempunyai kesadaran.
Alex menghampiri wanita itu dan menggandengnya. Wanita itu mengiyakan tidak menolak setelah melirik pesan mata yang disampaikan Alex. Mereka bergandengan tangan untuk beberapa meter. Lalu pergi meninggalkan gerombolan preman.
“Terima kasih.” sahut wanita itu. Tangan dilepasnya dari gandengan dokter Alex. Wajahnya berbinar-binar karena bisa selamat dari gangguan preman-preman keji tadi.
“Ya.. ya.. ya lain kali harus hati-hati. Untung hari ini aku lagi baik.” Jawab dokter Alex sambil tersenyum favoritnya, senyuman tengil.
”Oke aku pergi dulu.” pungkas dokter Alex, beranjak pergi.
Wanita itu diam, menatap penuh rasa aneh laki-laki yang sudah menolongnya.
Tatapannya kosong namun terlihat binar-binar kagum kepada lelaki yang sudah menyelamatkannya.
[1] Prosedur diagnosa mutakhir untuk memeriksa dan mendeteksi kelainan organ di dalam tubuh dengan menggunakan medan magnet dan gelombang frekuensi radio tanpa radiasi sinar X atau bahan radioaktif.
Tepat pukul 21.00, mereka bertiga tiba di rumah dokter Alex. Kedua temannya itu meminta izin untuk shalat isya. Selalu ketika mereka meminta izin seperti itu, dokter Alex masuk ke kamarnya.
Efek hujan besar yang mengguyur tadi membuat suasana malam terasa sangat dingin. “Perhatian ! suhu udara mencapai 15ºC, diharapkan memakai jaket tebal untuk menghangatkan tubuh.” alat otomatis pendeteksi suhu di rumah dokter Alex memberi peringatan suhu malam hari ini. Dokter Alex memakai jaket tebal untuk menghangatkan tubuhnya. Di tangannya, ada dua jaket untuk diberikan kepada Ismail dan Ibrahim.
Ternyata mereka sudah menunggu dokter Alex sembari menonton televisi. Mulut mereka tidak berhenti mengunyah makanan yang ada di meja. Dokter Alex yang meminta mereka untuk menganggap rumah ini seperti rumah mereka sendiri. Ketika mendengar itu, mereka sangat bahagia. Rumah yang mereka tempati di kampung idealis dengan penjagaan ketat pengawal, sangat jauh berbeda dengan rumah dokter Alex ini. Mereka bisa menikmati surganya dunia tanpa ada pengawalan, tidak ada mata-mata, tidak ada yang terus memantau. Lihatlah, begitu megahnya rumah ini, dengan peralatan canggih dipasang, kolam renang yang besar, kasur yang empuk, halaman yang indah nan luas, dan semuanya bersih.
“Hey jangan habiskan makanan kesukaanku.” tegur dokter Alex menunjuk kripik pedas, sembari melempar dua jaket yang dipegangnya.
Ibrahim dan Ismail tersenyum malu,”Siap pak!”
Mereka memakai jaket yang diberikan dokter Alex. Suhu memang sudah sangat dingin.
“Kak lihat ini berita ! lagi dan lagi saudara kita ditangkap karena tuduhan terorisme.” Ismail memegang kepalanya dengan kedua tangan. Wajahnya tiba-tiba berubah pias, cemas.
“Bagaimana jika suatu saat kita yang akan ditangkap dan dituduh sebagai teroris.” lanjut Ibrahim dengan wajah penuh ketakutan. Mata mereka berdua menatap layar berita dengan tatapan kosong. Kekhawatiran mereka sangat logis dengan bukti bahwa beberapa temannya ditangkap dan dituduh sebagai teroris.
“Sudah ! Sudah ! kalian jangan berpikir kesana. Hayo cepat sekarang ke ruang laboratorium di bawah tanah, kita belajar teknik operasi hologram.” potong dokter Alex, mematikan televisi.
Ibrahim dan Ismail masih duduk, terdiam memandangi televisi yang mati. Mata mereka masih menatap kosong.
”Hayo. Sudah. Ayoo!” ajak dokter Alex, menarik tangan mereka.
Mereka bertiga berjalan menuju ruangan laboratorium bawah tanah.
Dokter Alex berjalan memandangi Ibrahim dan Ismail penuh rasa simpati. Tidak ada yang bisa dia bantu untuk hal itu. Dia hanya bisa berharap bahwa pikiran yang dikhawatirkannya itu tidak terjadi kepada mereka berdua.
Laboratorium pribadi dokter Alex terbilang cukup lengkap. Peralatan tersimpan rapi di pojok sebelah kanan ruangan. Ada banyak alat suntikan, alat bedah, gelas ukur, gelas beker, alat pemanas, biuret, alat sterilisasi, dan masih banyak lainnnya. Sementara di pojok sebelah kiri, tersimpan bahan-bahan berbahaya dan beracun. Ada alkohol, metil, Asam Sulfat, dan masih banyak bahan lainnya. Pada bagian tengah ruangan, ada satu kasur ditutupi kain-kain yang digantung, disampingnya ada monitor pasien, alat EKG pendeteksi jantung, juga ada tiang untuk menyimpan infusan. Di belakang kasur ada layar besar untuk melihat organ dalam tubuh ketika operasi.
“Kalian masuk ke ruangan sana, di samping dekat alat-alat itu. Terus bawa tas besar disana.” pinta dokter Alex.
Seperti biasa mereka selalu mengiyakan tanpa protes dan bertanya lagi.
Dokter Alex mengeluarkan isi yang ada di dalam koper tersebut. Dia menamakan alat tersebut alat operasi hologram. Dia mendapatkan itu saat belajar di Harvard, hadiah setelah membantu ikatan kedokteran disana merumuskan obat penyakit baru. Dengan alat itu dia menghabiskan waktu untuk belajar teknik-teknik operasi baru atau teknik sulit yang masih belum dikuasai.
Alat operasi hologram tidak terlalu besar, seperti infokus. Hanya menghubungkan beberapa kabel ke komputer, hologram jantung sudah ada di depan mata. Dia mulai memasangkannya. Lalu dokter Alex mematikan lampu agar tampilan hologram terlihat sempurna. Bulatan hologram jantung terlihat sangat jelas dan mirip dengan aslinya. Merah mudanya jantung, pembuluh-pembuluh venanya, dan detakan jantungnya terlihat jelas seperti asli.
“Wah, luar biasa sekali.” gumam Ismail terpesona melihat tampilan hologram tersebut.
“Jadi bentuk jantung kita tuh seperti itu.” sambung Ibrahim sembari tangan kanannya menggenggam dada.
Ibrahim dan Ismail semakin terkagum-kagum melihat kecanggihan teknologi seperti ini. Hologram jantung sudah siap di atas kasur operasi. Dokter Alex menunjukan cara menggunakan hologram tersebut. Dia memutar-mutar bagian jantung seperti menggeser layar pada smartphone. Kemudian dokter Alex memperbesar dan memperkecilkan setiap bagian-bagian jantung agar terlihat jelas.
“Coba perhatikan ini !” dengan alat khusus dia mulai menyayat jantung sehingga terlihat bagian dalam jantung.
Alatnya berbentuk seperti pensil, hanya saja lebih tebal dan tidak terlalu panjang.
“Kalian lihat itu bagian yang seperti selang agak besar dari yang lainnya, itu adalah Aorta,” dokter Alex terus menunjuk-nunjuk, memberikan tanda warna merah.” aorta berfungsi untuk membawa darah yang mengandung oksigen dari ventrikel kiri ke seluruh tubuh.” dia menzoom bagian aorta agar Ibrahim dan Ismail lebih mengerti yang dijelaskannya.
Ibrahim dan Ismail terus menganggukkan kepala. Mata mereka fokus memperhatikan tangan dokter Alex.
Dokter Alex kembali memperkecil bagian jantung, dia melanjutkan penjelasannya ke bagian jantung lain.
“Dan ini vena kava superior.” dia menjelaskan bahwa bagian itu seperti selang yang mengarah ke atas, berdampingan dengan bagian aorta, terdapat dua cabang. Letaknya di atas jantung. Dan berfungsi untuk membawa kembali darah kaya karbondioksida dari seluruh tubuh bagian atas ke jantung.
“Dan ini, Arteri Pulmonalis merupakan arteri yang mengangkut darah dari jantung ke paru-paru. Fungsinya yaitu sebagai tempat mengganti karbondioksida dan uap air yang ada di dalam darah dengan oksigen.”
Dokter Alex menunjuk bagian jantung yang seperti ujung pada selang, ada bagian yang seperti penutup pada bagian ujungnya,“Ini Katup Aorta.” tegasnya.
Dia juga menjelaskan bagian-bagian lainnya dengan mendetail. Ada atrium kiri dan kanan yang saling berhadapan, yang mana pada bagian itu terdapat bagian vena pulmonalis kiri dan vena pulmonalis kanan, juga ada ventrikel kanan dan ventrikel kiri yang saling berhadapan. Ada vena kava inferior, katup mitral, dan yang terakhir ada katup trikuspidalis. Begitu penjelasannya.
Ibrahim dan Ismail memperhatikan, mencatat semua perkataan yang keluar dari mulut dokter Alex.
Untuk membuka BAB selanjutnya silahkan melakukan pinjaman buku atau memesan buku versi cetaknya
Penulis :
Aditya Rahman
Ukuran :
14 x 21
Status :
Terbit
Ketebalan :
229 Halaman
ISBN :
978-623-5304-25-0